Jakarta – Kinerja industri keuangan Indonesia sepanjang tahun lalu masih mencatatkan kinerja yang baik. Intermediasi industri jasa keuangan khususnya perbankan masih tetap tumbuh baik dengan tingkat permodalan yang memadai, serta likuditas dan profil risiko yang terjaga. Bahkan, kinerja industri perbankan nasional, masih positif jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana kepada wartawan, di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2020. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang tahun lalu, di tengah pelemahan perekonomian global dan domestik, pertumbuhan sektor jasa keuangan masih positif dengan stabilitas sektor jasa keuangan yang terjaga.
“OJK telah memperkuat penerapan manajemen risiko serta mendorong peningkatan daya saing, melalui berbagai kebijakan yang diterbitkan,” ujarnya.
Di tengah tekanan perekonomian global yang sedang mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit perbankan 2019 tercatat sebesar 6,08 persen (yoy) yang ditopang oleh sektor konstruksi yang ikut tumbuh 14,6 persen (yoy) dan rumah tangga 14,6 persen (yoy). Sejalan dengan itu, kredit investasi meningkat 13,2 persen (yoy) yang menunjukkan potensi pertumbuhan sektor riil ke depan.
Pertumbuhan kredit ini diikuti dengan profil risiko kredit yang terjaga. Rasio Non-Performing Loan gross perbankan tercatat rendah sebesar 2,5 persen dan NPL net 1,2 persen. Capital Adequacy Ratio perbankan mencapai 23,3 persen, dengan likuiditas atau LDR 93,6 persen. Sedangkan Net Interest Margin (NIM) turun menjadi 4,9 persen dari 5,1 persen di 2018 dan rata-rata suku bunga kredit turun dari 10,8 persen di 2018 menjadi 10,5 persen di 2019.
“Pengawasan yang telah berjalan perlu diperkuat oleh komunikasi yang efektif dengan mitra yang tengah diawasi, agar dapat bersama-sama membangun industri perbankan yang memiliki daya saing setingkat global,” ungkap Wisnu.
Selain industri perbankan, data OJK juga menunjukkan bahwa industri keuangan nonbank juga tetap menjaga kualitas pertumbuhannya. Sepanjang 2019, premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp281,2 triliun, tumbuh 8,0 persen (yoy), dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp179,1 triliun tumbuh 4,1 persen (yoy) serta premi asuransi umum/ reasuransi sebesar Rp102,1 triliun.
Sementara tingkat permodalan industri asuransi juga masih sangat kuat, terlihat dari Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35 persen dan 789,37 persen, jauh lebih tinggi dari threshold 120 persen.
Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dadang Sukresna pun menyebutkan, kinerja industri asuransi masih baik. Meskipun ada masalah di beberapa perusahaan asuransi belakangan ini, namun lebih disebabkan oleh tata kelola di internal perusahaan yang tidak berjalan dengan baik.
“Intinya adalah pihak otoritas itu sudah mengatur berbagai macam tata kelola yang baik, itu sudah ada aturannya. Perusahaan asuransi lain yang sekarang memiliki produk yang sama, selama aturan tata laksana itu dilakukan dengan baik, itu tidak masalah,” jelas dia.
Selanjutnya untuk kinerja perusahaan pembiayaan pada 2019 tetap tumbuh positif sebesar 4,5 persen, dengan risiko kredit NPF terpantau stabil rendah sebesar 2,40 persen (gross) dan 0,45 persen (net). Demikian juga dengan Gearing Ratio perusahaan pembiayaan yang terbilang masih rendah, yaitu sebesar 2,61 kali.
Sedangkan di pasar modal, OJK terus secara aktif mendorong perusahaan-perusahaan berskala menengah untuk mendapatkan sumber pembiayaan melalui pasar modal. Usaha ini membuahkan hasil terlihat dari penghimpunan dana melalui penawaran umum di pasar modal pada 2019 mencapai Rp166,8 triliun dan 60 emiten baru. Angka ini menjadi pertumbuhan emiten tertinggi di ASEAN dan nomor 7 di dunia. Total dana kelolaan investasi di Pasar Modal di 2019 juga meningkat dari Rp745,77 triliun di 2018 menjadi Rp806,86 triliun.