Jakarta – Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) Pasal 68 ayat 1 tentang pemisahan aset Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS), menjadi harapan baru untuk para insan perbankan syariah khususnya dari kalangan UUS bank. Pasalnya, bank umum konvensional yang memilki UUS hanya wajib melakukan spin-off apabila telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank induknya. Oleh karena itu, insan perbankan syariah di Indonesia dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) mendukung RUU P2SK tersebut.
Direktur Syariah Banking Bank CIMB Niaga (CIMB Niaga) Pandji P. Djajanegara mengungkapkan bahwa amanat Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah sejatinya memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat perbankan syariah di Indonesia. Namun, berkaca dari situasi perbankan syariah saat ini, penerapan kebijakan spin-off UUS pada 2023 dikhawatirkan menimbulkan kontra produktif.
“Jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 BUS baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas. Akibatnya, alih-alih akan mempercepat pertumbuhan market share sebaiknya membuat perbankan syariah tidak kompetitif. Hal ini tentu bertentangan dengan arahan konsolidasi perbankan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang mendorong penguatan modal untuk menghadapi krisis finansial di masa mendatang serta menghadapi skala bisnis lebih besar,” ucap Pandji di Jakarta, Senin, 15 Agustus 2022.
Baca juga: Kunci Sukses Bank Aceh Syariah Menjadi Bank Terbaik
Sementara itu, tambah Pandji, dilihat dari tingkat pelayanan kepada nasabah spin-off juga akan berpotensi menurunkan pelayanan karena BUS hasil spin-off yang memiliki modal kecil belum mampu menyediakan infrastruktur dan tenaga ahli yang setara dengan bank induknya.
“Apalagi bila ditambah penyesuaian pricing pembiayaan BUS, hasil spin-off akan menjadi lebih tinggi karena keterbatasan likuiditas, sumber dana yang mahal dan rating bank rendah. Kondisi ini akan merugikan sekitar 6,5 juta nasabah UUS. Jika hal ini terjadi, dampak lanjutannya bisa menggerus risiko reputasi perbankan syariah,” jelasnya.
Namun, jika melihat data OJK per Desember 2021 market share pada perbankan syariah masih berada di kisaran 6,7%. Angka itu masih memiliki gap yang besar terhadap peta jalan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang menargetkan 20% pangsa pasar dari seluruh industri keuangan syariah pada 2024 mendatang. Sedangkan, apabila menilik kinerja selama lima tahun terakhir, UUS terbukti mampu berkontribusi lebih terhadap share bank induknya dengan rata-rata aset top 5 UUS yang mencapai 14% yang berarti jika model bisnis UUS terus dipertahankan maka dapat diandalkan untuk mempercepat pencapaian target 20% aset perbankan nasional 2024. (Fatin)