Perkembangan layanan keuangan digital bagai dua sisi mata uang. Sisi yang satu memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan akses keuangan, seperti kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Saat mereka ingin mendapatkan modal, layanan keuangan digital menjadi salah satu pilihan. Namun, di sisi yang lain, ranah ini menjadi lahan bagi orang yang tidak bertanggungjawab untuk mengelabuhi mereka yang belum melek investasi. Atas dasar iming-iming gain yang cukup tinggi, mereka ramai-ramai bergabung dalam pola investasi yang dikemas dalam berbagai bentuk dan diakses secara digital. Pada titik ini, banyak masyarakat yang belum cukup mendapatkan literasi keuangan.
Eisha Maghfiruha Rachbini, peneliti INDEF dalam talkshow bertema “Maraknya “Tuyul” Digital Menyambut Komisioner OJK Baru” di platform twitter pada Minggu, 10 April 2022 mengungkapkan pentingnya literasi keuangan. Diakuinya, banyak masyarakat yang sudah mengakses internet, tetapi saat beraktivitas keuangan di internet, mereka enggan mencari informasi yang lengkap terkait produk dan risiko. “Untuk produk seperti saham atau reksadana, mereka mungkin paham, tetapi risikonya seperti apa, mereka belum paham,”ujar Eisha. Kondisi ini dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk mengembangkan produk investasi digital yang belakangan bermasalah.
Dengan cepatnya perkembangan digital, Eisha berharap regulator pun segera menindaklanjuti dengan edukasi masyarakat mengingat literasi keuangan di Indonesia masih rendah (38%). Selain itu koordinasi antara pemangku kepentingan terkait investasi digital juga menjadi kebutuhan mendesak.
Senada dengan Eisha, Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank Media Group dan research associate INDEF juga mengingatkan bahwa edukasi masyarakat terkait transaksi keuangan sangat mendesak. Ini bisa menjadi program utama Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru terpilih. “Program 100 hari mereka adalah edukasi keuangan,”tandasnya.
Pada kesempatan yang sama Izzudin Al Farras Adha, peneliti INDEF mengingatkan supaya masyarakat dibekali dengan tiga L menghadapi tawaran investasi digital. Tiga L tadi adalah legal, learn dan logic. Legal artinya masyarakat harus memastikan apakah produk yang ditawarkan dari perusahaan yang mendapat izin dari regulator, learn artinya harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang produk investasi tadi serta logic artinya harus memahami tingkat imbal hasil yang bakal diterima masuk akal atau tidak. Farras menandaskan saat mengakses internet pun, masyarakat harus benar-benar memanfaatkan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang produk investasi. “Jadi bukan hanya literasi keuangan, tetapi juga butuh literasi digital,”ujarnya.