Aceh-Di tengah berbagai agenda di kota Banda Aceh, Kepala BNPB Letjen Doni Monardo tampil menyemangati sekitar 1150 an wisudawan Universitas Syiah Kuala dalam acara Sidang Terbuka Dalam Rangka Wisuda ke 142 Pascasarjana, Spesialis, Profesi, Sarjana dan Diploma pada Rabu 7 Agustus 2019 di Banda Aceh.
Dirinya meminta agar pemuda pemudi Aceh untuk tidak lagi terlalu banyak berpikir tentang politik kekuasaan.
“Saatnya saya minta untuk tidak lagi berorientasi kepada politik kekuasaan, tapi mari kita semua bergandeng tangan bersama sama menjalankan politik kesejahteraan. Intinya Politik ekonomi, sebab Aceh adalah gudang kekayaan aneka hasil bumi, seperti kopi, nilam, ikan, lobster dll. Potensi ekonomi ini mampu sekaligus menjaga lingkungan serta tanpa penggunaan bahan mercury di sektor pertambangan,” ujar Doni Monardo.
Doni yang banyak menghabiskan masa kecilnya di Aceh menjelaskan kembali makna kata “Serambi Mekkah” dan “Pesawat Seulawah”.
“Mari kita maksimalkan potensi ini, saya ingin kambing di Aceh bisa diekspor ke Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia, dimana kita tahu setiap musim haji membutuhkan banyak kambing. Saya minta kaum cendekiawan dan kalangan kampus Aceh memikirkan agar ada kambing kualitas terbaik dari Serambi Mekkah yang diekspor ke kota Mekkah dan sekitarnya. Syaratnya adalah orang Aceh harus kaya dulu,” tambahnya.
Doni memimpikan, kelak suatu hari nanti, saat ekonomi Aceh menjulang hebat maka warga Aceh bisa mengulangi sejarah masa lalu dan kali ini menyumbang pesawat ke ruang angkasa untuk Indonesia.
“Orang tua kita dulu di Aceh menyumbang pesawat terbang SEULAWAH dimasa perebutan kemerdekaan, nah kalau politik kesejahteraan dan politik ekonomi Aceh kita fokuskan, bukan tidak mungkin kita sumbang lagi pesawat untuk ke ruang angkasa, asal potensi ekonomi ini kita maksimalkan maka Aceh pasti menjadi kaya,” ungkap Doni disambut tawa para hadirin.
Doni pun menambahkan bahwa pemuda pemudi Aceh harus berani keluar kandang merantau unjuk kualitas di manca negara dan hingga akhirnya pulang mensejahterahkan rakyat Aceh.
Di depan civitas akademika Syiah Kuala University mantan Dan Grup A Paspampres ini sempat membuka kisah kenangan sewaktu masa kecil sekitar tahun 1970 an. Ayah Doni bertugas sebagai Polisi Militer dan tinggal di kompleks militer Peuniti Banda Aceh.
Kata Doni, ia sangat suka dan menikmati Mie Aceh Razali di kawasan Peuniti. Karena uang pas pasan dan bahkan kerap tidak punya uang, Doni cari akal. Kadang ia mengumpulkan botol botol bekas dan menjualnya ke pengepul.
Kali yang lain Doni kecil berjualan mainan layang layang. Pernah juga Doni mengumpulkan buah asam yang jatuh dari pohon untuk dijual.
“Kalau uang sudah terkumpul saya langsung beli mie Aceh Razali,” kenang Doni. Sampai kini tiap berkunjung ke Aceh Doni selalu mencicipi mie tersebut. Bahkan berbagai pejabat dan orang ternama termasuk Presiden Jokowi sudah pernah makan mie Aceh Razali yang beralamat Jalan Panglima Polim, Peunayong Banda Aceh.
Doni juga mengisahkan, saat usianya sekitar 4 tahun ia pernah merasakan gempa yang terbilang besar di Aceh ketika itu.
“Meski sudah lama sekali, tapi saya masih ingat dengan baik kejadiannya. Waktu itu saya sedang mau minum teh manis, tiba tiba ibu saya meggendong saya berlari keluar rumah karena gempa. Saya menangis, bukan karena takut gempa, tapi karena saya kira ibu saya melarang saya minum teh manis,” kata Doni yang juga masih mengingat dengan baik nasehat nasehat Ibu Syamsidar kepala sekolahnya saat duduk di Sekolah Dasar.
Setidaknya dua kali Doni mengalami gempa bumi di Aceh. Yang kedua saat gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004, Doni yang waktu itu berpangkat letnan kolonel dan bertugas di Paspampres dan sedang berada di Aceh saat peristiwa itu terjadi.
“Saking hebatnya, saya berkali kali terjatuh,” kata Doni.
Sebelum bertolak ke Medan Sumatera Utara, Letjen Doni melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe Tengku Malik Mahmud di Kompleks Lembaga Wali Nanggroe. Letjen Doni juga menegaskan agar melalui Wali Nanggroe mengkampanyekan kita jaga alam, alam jaga kita. Salah satunya melakukan penanaman pohon yang bernilai ekologis sekaligus bernilai ekonomis.
Doni meminta agar Wali Nanggroe juga berperan aktif mengajak anak anak Aceh menjadi entreprenur, pengusaha hebat. “Sudah, jangan lagi bercita cita jadi pegawai negeri. Alam Aceh yang kaya butuh semangat juang baru untuk mensejahtehkan semuanya,” kata Doni.
Kepada Wali Nanggroe, Doni juga memaparkan kunjungannya ke Gua Ek Luntie (gua sarang kelelawar) sekitar 48 kilometer dari kota Banda Aceh.
Sebagaimana yang diungkapkan pakar tsunami bahwa kejadian-kejadian tsunami di Aceh senantiasa berulang dengan periode perulangannya sangat beragam.
Ada tsunami yang berulang dalam 2000 tahun, tetapi ada juga yang berulang kejadiannya dalam rentang kurang dari seratus tahun.
Oleh karena itu, kemungkinan perulangan kembali tsunami-tsunami dahsyat di Aceh sangat besar.
“Di dalam Gua ada jejak yang membuktikan bahwa usia sendimennya 7500 tahun, ada usianya 5400 tahun, 3300 tahun, 2800 tahun dan yang terakhir adalah peristiwa gempa dan tsunami tahun 2004. Artinya sedimen di gua ini menujukan pada periode yang lalu, ini kata pakar ya,” ungkap Doni seraya memberikan apresiasi para pakar tsunami yang tekun melakukan penelitian.
Nazly Ismail dosen Geofisika Syiah Kuala University yang terlibat dalam penelitian gempa Aceh sejak 2007 menjelaskan bahwa Gua Ek Leuntie dapat dijadikan sebagai sebagai museum alam untuk pembelajaran dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Juga sekaligus sebagai objek wisata kebencanaan. Sebagai Kepala BNPB mengaminkan dan menyambut gembira gagasan itu. (*)
Catatan Egy Massadiah dari Bumi Serambi Mekkah