Pemerintah Diminta Dorong Kolaborasi Stakeholder di Industri Panas Bumi

Pembangkit listrik tenaga panas bumi. (Foto: Istimewa)

Jakarta – Pengusahaan panas bumi di Indonesia hingga saat ini masih menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya. Padahal dalam jangka panjang, data menunjukkan bahwa biaya operasi listrik panas bumi dapat menjadi salah satu yang termurah dibanding beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan terkait hal ini perlu adanya kesungguhan dari pemerintah bersama para pihak terkait untuk mengoptimalkan potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia sebagai sumber energi masa depan.

“Dalam hal ini pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki ekosistem industri panas bumi dan mendorong kolaborasi dari para stakeholder terkait,” ucap Komaidi, dikutip Jumat, 1 Desember 2023.  

Komaidi mengungkapkan berdasarkan hasil studi yang dilakukan, terlihat bahwa rata-rata beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi sebenarnya lebih efisien. Pada tahun 2022 misalnya, beban usaha pembangkitan untuk listrik panas bumi sebesar Rp118,74/kWh atau hanya 8,12% dari rata-rata beban usaha pembangkitan untuk semua jenis pembangkit yang dilaporkan sebesar Rp1.460,59/kWh.  

Sayangnya dalam pengembangan dan pengusahaan panas bumi di Indonesia, kata Komaidi, terpantau masih terkendala masalah keekonomian proyek.

“Hal tersebut yang menyebabkan harga jual tenaga listrik dari energi panas bumi dilaporkan masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual tenaga listrik dari jenis EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan) lainnya,” jelasnya.

Kemudian, berdasarkan review ReforMiner Institute, Komaidi mengatakan, tingkat keekonomian (harga jual) proyek panas bumi di Indonesia tercatat masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat keekonomian proyek panas bumi global. Rata-rata keekonomian proyek panas bumi global saat ini telah berada di bawah 10 sen USD/kWh, sedangkan rata-rata nilai keekonomian listrik panas bumi di Indonesia untuk kontrak yang baru dilaporkan berada pada kisaran 10 sen USD/kWh sampai dengan 13 sen USD/kWh.

Lantas untuk dapat meningkatkan keekonomian proyek panas bumi, Komaidi menyebutkan para pelaku industri panas bumi global umumnya melakukan optimalisasi value creation. Sejumlah studi melaporkan, optimalisasi value creation pada pengusahaan panas bumi global dilakukan melalui sejumlah instrumen. 

Diantaranya dengan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti drillingwell enhancement, power plant, operations. Di samping itu, perlu adanya perbaikan supply chain, dan komersialisasi secondary product seperti pemanfaatan langsung, green hydrogen production, green methanol production, dan silica extraction.

“Pengembangan secondary product dari industri panas bumi ini pada akhirnya dapat membantu merealisasikan pencapaian target net zero emission (NZE) Indonesia yang telah dicanangkan oleh pemerintah,” tambahnya.

Terkait dengan optimalisasi value creation, Komaidi menilai bahwa industri panas bumi di dalam negeri secara bertahap juga telah mengarah pada tren global tersebut. Salah satu contohnya adalah upaya peningkatan value creation yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE).

Komaidi menyatakan panas bumi ini memiliki peran penting dalam membantu merealisasikan pencapaian target NZE pada tahun 2060. Dalam pengembangan sebagai sumber tenaga listrik, kata dia, panas bumi tidak tergantung pada kondisi cuaca yang berbeda dengan sebagian besar jenis EBET yang umumnya tergantung dengan kondisi cuaca.

Keunggulan lain panas bumi diantaranya adalah menghasilkan energi yang lebih besar untuk periode produksi yang sama, bebas dari risiko kenaikan harga energi primer terutama energi fosil, serta biaya operasi pembangkitannya relatif paling murah.

Meskipun memiliki keunggulan yang beragam, tetapi pengusahaan panas bumi di Indonesia sampai saat ini relatif belum kompetitif karena menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya. “Padahal dalam jangka panjang biaya operasi listrik panas bumi tercatat sebagai salah satu yang termurah,” tuturnya.

Melihat potensi besar yang dimiliki panas bumi serta peran pentingnya terhadap target net zero emission, Komaidi menegaskan pentingnya melakukan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan keberlanjutan lebih masif dan optimal ke depannya.

Editor: Steven Widjaja

Recommended For You

About the Author: Ari Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *