Surplus Neraca Dagang RI Terus Turun, Warning Buat Pemerintah  

Ekonom dan Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad (tengah) dalam paparannya di Jakarta, Jumat (22/3). (Foto: Steven Widjaja)

Jakarta – Ekonom dan Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyatakan surplus neraca dagang Indonesia yang terus menunjukkan tren penurunan beberapa waktu terakhir ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Bahkan, ia katakan jika produk-produk impor yang tak terdaftar yang masuk ke Indonesia lebih banyak ketimbang yang terdaftar.

“Yang dirasa dalam dua sampai tiga tahun terakhir adalah surplus perdagangan kita semakin turun. Kalau kita lihat, kita pernah surplus itu mencapai USD5 miliar, sekarang cuman USD3 miliar ke bawah serta growth-nya makin turun ke 2,87 persen,” ucap Tauhid pada sebuah acara diskusi di Jakarta, belum lama ini.  

“Bahkan, kalau kita lihat growth-nya kemarin kenapa lebih panas, karena kita lihat ekspor kita minus 9,4 persen, tapi impornya justru naik 15,8 persen. Nah, ini berbahaya kalau defiasinya terlalu tinggi. Di Februari makanya ada dugaan bahwa jangan-jangan impor yang dilakukan itu tidak tercatat di pelabuhan dan sebagainya. Ini jauh lebih besar,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut ia terangkan, produk-produk yang masuk ke Indonesia dari luar negeri bisa saja adalah produk ilegal berupa tekstil dan sebagainya yang sebenarnya banyak sekali masuk ke Indonesia. Menurutnya, pola yang seharusnya terjadi adalah jika nilai ekspor positif, maka nilai impornya juga akan positif. Sementara yang terjadi saat ini adalah kebalikannya, di mana nilai ekspor minus 9,4 persen, namun nilai importasinya malah meningkat.

“Ini ekpornya turun drastis, berarti pasar global negara mitra kita China, Amerika Serikat, Jepang, itu tengah mengalami permintaan turun, tapi importasinya meningkat. Biasanya, kalau yang normal ketika ekspor meningkat, impor juga meningkat. Karena apa? Bahan baku, barang modal, dan juga bahan penolong sebagian industri kita berasal dari luar, seperti produk tekstil, produk apparel, produk otomotif, besi baja itu banyak yang dari impor, walaupun menjualnya ekspor,” paparnya.

Bahkan, ia katakan yang menariknya lagi adalah ketika impor meningkat tajam hingga 15,8 persen dan nilai ekspor turun, artinya banyak barang-barang konsumsi atau produk-produk dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini pada akhirnya akan menggerus cadangan devisa nasional.

“Memang pemerintah senang karena masih surplus, tapi tren ekspor ini melemah. Bayangkan dia negatif selama satu tahun terakhir. Ini yang tidak baik begitu ya, dan ini memang ancaman dari situasi global. Ini yang saya kira bagaimana rezim baru membalikkan keadaan ke tahun 2022 atau sebelum pandemi Covid,” imbuh Tauhid.

Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Februari 2024 sebesar USD19,31 miliar, terkontraksi 9,4 persen year on year (yoy). Sementara itu, nilai impornya mencapai USD18,44 miliar, tumbuh 15,8 persen yoy. Sedangkan pertumbuhan surplus neraca dagang Indonesia tercatat sebesar 2,87 persen per Februari 2024, atau turun 6,41 persen ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 9,28 persen.

Penulis: Steven Widjaja

Recommended For You

About the Author: Ari Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *