Jakarta-Pengamat asuransi Diding S Anwar kembali mengingatkan kebutuhan payung hukum dan penyelenggaraan Lembaga Penjamin Polis (LPP) kini terbukti sangat krusial. Menurutnya ini merupakan ikhtiar solusi yang pro rakyat sebagai mayoritas yang memegang polis asuransi.
“Tapi inisiator belum ada, apakah pemerintah atau DPR. Keberpihakan dan empati harus muncul agar tidak terulang kejadian yang dialami nasabah Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, Asuransi WanaArtha, Asuransi Kresna, dan lainnya,” ujar Diding di Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2020.
Dalam UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian disebutkan program penjaminan polis harus dibentuk tiga tahun dan kini sudah jauh berlalu.
“Siapa yang melakukan pembiaran dan yang harus bertanggung jawab, bila sampai kini UU 40 / 2014 pasal 53 tidak dilaksanakan,” ujarnya mempertanyakan.
Lebih lanjut, Diding menuturkan, dengan terlampaui batas paling lama tiga tahun menandakan pejabat struktural terkait seolah lupa atau kurang peduli. Ujung-ujungnya pemilik polis atau masyarakat juga yang dirugikan.
“Inisiasi dari asosiasi harusnya bisa memancing pihak pemerintah segera menyusun RUU Penjaminan Polis. Pihak AAMAI, AAUI, AAJI, PAI, DAI dan lainnya harus segera diarahkan untuk membentuk task force mengkaji bahan RUU,” jelasnya.
Diding juga mengingatkan sinkronisasi regulasi perlu diperhatikan demi menghindari tumpang tindih aturan. Selain itu agar bisa terintegrasi dalam melindungi masyarakat berasuransi.
Berikutnya ruang lingkup dan definisi penjaminan polis juga perlu ditetapkan secara tepat. Karena terdapat juga mekanisme financial reinsurance yang mekanismenya mentransfer risiko keuangan ceding ke pihak reinsurance, melalui berbagai skema.
“Sangat banyak aturan yang diamanatkan UU ataupun oleh Peraturan Perundangan lainnya yang tidak bisa diwujudkan sesuai batas waktu. Semua karena tidak dicantumkan sanksi apapun jika batas waktunya terlewati,” ujarnya.