Jakarta – Perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, harus mampu menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Sementara itu, di sisi lain, nasabah juga harus bijak dan hati-hati dalam mengelola keuangannya.
Namun, di tengah maraknya kejahatan perbankan (fraud) saat ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan, bahwa kepercayaan masyarakat terhadap layanan simpanan di perbankan sudah mulai pulih dan terus mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari Dana Pihak Ketiga (DPK) serta likuiditas perbankan yang stabil bahkan cenderung terus meningkat.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, saat ini pertumbuhan DPK dari berbagai kelompok BUKU perbankan sudah mengalami perbaikan. Berdasarkan data LPS, hingga Oktober 2020 pertumbuhan DPK secara tahunan telah mencapai 12,12%. Dengan kondisi tersebut menunjukkan, bahwa kondisi pertumbuhan DPK masih sangat stabil dan tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan periode tahun 2019 sebelum Covid-19.
“Sejak bulan Agustus, September, hingga Desember (DPK Perbankan) semua BUKU menunjukkan perbaikan yang signifikan bahkan bank buku satu (pertumbuhannya) sudah di atas level di bulan Desember 2019,” ujar Purbaya dalam diskusi virtual The Finance dengan tema ‘Masih Amankah Menyimpan Uang di Bank: Meminimalisir Risiko Operasional dan Risiko Reputasi’ di Jakarta, Jumat 11 Desember 2020.
Lebih lanjut, Purbaya juga mengatakan, perbaikan likuiditas perbankan juga tidak lepas dari upaya Pemerintah yang aktif melakukan injeksi melalui kebijakan fiskal terutama sejak semester kedua tahun 2020. Namun demikian, lanjutnya, pertumbuhan kredit masih perlu didorong guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Pada dasarnya, dana yang dititipkan Pemerintah membuat perbaikan likuiditas di perbankan.
Di sisi lain, lanjut dia, untuk pertumbuhan simpanan di perbankan secara tahunan (year on year) tetap tumbuh yaitu sebesar 11,45% menjadi Rp6.691,5 triliun per Oktober 2020. Sedangkan rekening simpanan tumbuh 14,44% (yoy), diengan jumlah rekening simpanan pada Oktober 2019 sebanyak 297.285.549 rekening.
“Artinya sistem perbankan kita sekarang oke saja, dan cukup baik jadi masyarakat tidak usah takut dan khawatir,” ucap Purbaya.
Sementara itu, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Sardjito menambahkan, dari sisi regulasi perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan saat ini sudah sangat jelas. Perbankan sangat perlu untuk memiliki prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) yang tinggi karena memiliki risiko sistemik. Dengan prinsip tersebut, tentu meyakinkan masyarakat untuk menaruh uangnya di perbankan.
Dirinya menegaskan bahwa pihak bank perlu menjaga uang nasabah dan bertanggung jawab apabila terjadi kelalaian yang dilakukan oleh pegawai bank. “Seperti yang tercantum dalam POJK No. 1/POJK.07/2013 pasal 25 dan 29, Bank harus mengganti kerugian nasabah jika dari pemeriksaan internal sudah terbukti bahwa karyawan melakukan kesalahan. Penggantian ini harus segera dan tidak bisa menunggu proses hukum berkekuatan tetap,” paparnya.
Untuk itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk dapat menghubungi OJK apabila memiliki permasalahan di ranah keuangan. OJK memiliki grup perlindungan konsumen yang dapat membantu nasabah terkait dengan kasus fraud dan penipuan. Ia memastikan bahwa bank adalah tempat yang aman untuk menyimpan uang, selama nasabah mengikuti peraturan yang berlaku dan tidak ceroboh.
“Kalau terjadi masalah, mungkin jangan ke polisi dulu tetapi ke OJK. Kita punya grup perlindungan konsumen dan bisa di tangani dengan segera,” tukasnya.
Di diskusi yang sama, Chairman The Finance, Eko B. Supriyanto pun mengungkapkan, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh perbankan untuk menghindari fraud. Strategi pertama adalah perbankan harus memahami setiap karyawannya (SDM). Menurutnya, setiap manajemen perbankan perlu mengenal setiap karyawan sebelum menempatkannya dalam sebuah jabatan. Terlebih lagi bila manajemen ingin menempatkan karyawan tersebut di posisi tertentu.
“Know your employee. Apakah gaya hidup dan perilakunya sesuai dengan jabatan dan gaji yang di dapat? Misalnya ketika akan memilih kepala cabang, pastikan sudah diamati terlebih dahulu. Itu adalah nasihat yang saya dapat dari bankir-bankir terdahulu,” tambah Eko.
Kemudian strategi kedua adalah memperkuat pengawasan dan mitigasi risiko. Bank perlu mencadangkan dana untuk kejadian-kejadian tak terduga seperti penipuan dan kecurangan. Ketiga adalah kesadaran terhadap fraud. Setiap bank memperkuat pengawasan internalnya untuk meminimalisir terjadinya fraud. Strategi terakhir adalah pemahaman akan nasabah. Bank perlu mengenali perilaku transaksi setiap nasabahnya, sehingga potensi kecurangan dapat dicegah.
Lalu, Eko menghimbau agar strategi-strategi tersebut diterapkan sehingga bank tidak kehilangan kepercayaan masyarakat. Dengan pengawasan yang ketat, potensi untuk terjadinya kecurangan dan penipuan dapat diminimalisir. “Bank adalah lembaga kepercayaan. Sakit pada satu bank berarti sakit pada industri perbankan,” tutupnya.