Jakarta – Emiten PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) yang justru mengantongi kinerja cemerlang sepanjang tahun ini memunculkan persepsi industri properti menjadi salah satu sektor yang kebal dari imbas pandemi Covid-19. Kinerja operasional dan finansial LPKR yang kinclong itu membuat emiten induk lini properti Lippo Group diganjar kenaikan peringkat utang oleh Moody’s Investor Service, dari stabil menjadi positif.
Lebih jauh, Moody’s sangat mungkin menaikkan rating LPKR yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 44,2% hingga kuartal III 2021, dari B3 menjadi B2. Sejauh ini, kinerja mengkilap LPKR didongkrak secara signifikan oleh segmen properti residensial.
Di lain sisi, hasil positif yang dipetik LPKR sejalan dengan riset Moody’s yang dirilis pada Agustus lalu. Menurut riset tersebut, industri properti akan mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun ini terutama didorong permintaan hunian.
CEO Lippo Karawaci John Riady mengungkapkan realisasi kinerja industri properti sejauh ini sesuai dengan prediksinya. Menurut John, industri properti nasional memiliki prospek yang cukup cerah untuk memetik pertumbuhan berkesinambungan.
“Terdapat beberapa faktor yang ikut menopang kinerja sektor properti. Pertama, kata John, tingkat kepemilikan rumah yang masih cukup rendah, bahkan di kota besar seperti Jakarta. “Masih sekitar 40-50%,” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, Indonesia telah memasuki fase negara dengan pendapatan per kapita menengah, yakni US$3.900. Pada level itu, sebagaimana terjadi pada negara berkembang lainnya, akan meningkatkan permintaan akan perumahan, terlebih 60% populasi merupakan segmen milenial yang produktif.
“Sekarang ada kecenderungan segmen milenial inilah yang memilih properti sebagai instrumen investasi, mereka menjadikan properti sebagai aset yang fungsional,” kata pria kelahiran 5 Mei 1985 ini.
Selain pendapatan per kapita yang meningkat dan populasi milenial usia produktif itu, John menyebutkan faktor lain yaitu tingkat bunga rendah. Jika dibandingkan pada masa booming properti pada 2008-2012 yang dikerek melambungnya sektor komoditas, tren pertumbuhan saat ini jauh lebih mantap dan organik.
“Pada booming yang lalu, pembelinya banyak spekulan, kalau sekarang pembeli langsung,” tambahnya.
Di lain sisi, kinerja mengkilap LPKR tidak terlepas dari strategi bisnis yang mampu menangkap arah tren dimana LPKR berhasil menyajikan produk yang berharga terjangkau dengan desain yang sesuai selera keluarga milenial.
“Kami menggandeng Alex Bayu untuk menyajikan rumah yang harganya terjangkau. Lebih kecil namun memaksimalkan space utilization, serta menitikberatkan functionality, contohnya setiap ruangan perlu ada cross ventilation, dan tentu kita mengimplementasikan cara kehidupan baru dengan work from home dan lain sebagainya,” jelas John.
Dia menjelaskan saat ini masyarakat sudah akrab dengan aktivitas hibrida, bertemu secara daring maupun luring. Berkaca dari situasi pandemi itulah LPKR merancang produk yang juga mengikutsertakan ruangan kantor kecil di tiap rumah.
“Barangkali mungkin satu tidak cukup, karena juga ada anak-anak yang ikut sekolah daring. Jadi saya pikir ini perkembangan yang sangat baik untuk Indonesia, karena industri properti ini mengkontribusikan 15% dari PDB dan turunannya banyak. Jadi sekarang kita melihat, menuju post pandemic recovery, properti salah satu mesin penggerak ekonomi semasa pemulihan ini,” tukas peraih gelar Filsafat Politik dan Ekonomi dari Universitas Georgetown, MBA dari Wharton School of Business (Palmer Scholar), dan Juris Doctor dari Columbia University Law School ini.
Seiring prospek cerah industri properti, Lippo Group saat ini masih memiliki land banking sekitar 2.000 hektar yang tersebar di Cikarang hingga Makassar, dan beberapa kota lainnya. “Cukup sampai 10 tahun ke depan,” tutup John. (Ari Nugroho)