Jakarta – Era revolusi industri 4.0 sudah semakin tiba. Digitalisasi dan robotisasi di berbagai macam bidang pekerjaan tak bisa dihindari lagi. Kondisi tersebut seperti dua sisi mata koin dengan gambar berbeda. Pada sisi yang satu memberikan keuntungan, namun pada sisi lainnya menimbulkan kerugian.
Efisiensi produktifitas industri yang menerapkan robotisasi pasti akan meningkat. Peningkatan efisiensi ini pastinya menguntungkan para pengusaha atau pemilik modal. Sementara, pihak yang agak dirugikan dalam hal ini adalah para pegawai atau buruh, karena robotisasi mau tidak mau akan menyebabkan pengurangan jumlah tenaga kerja di suatu perusahaan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa ancaman PHK terkait robotisasi adalah suatu kenyataan yang akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Bahkan, menurutnya, total pegawai yang kena PHK bisa mencapai 30%.
“Ancaman PHK pasti. Dalam 3–5 tahun ke depan akan terjadi PHK 30% dari total karyawan yang ada,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (9/10).
Ia pun kembali menegaskan bahwa robotisasi pada perindustrian hanya akan menguntungkan kalangan pengusaha, dan menimbulkan kerugian pada kalangan buruh atau pekerja.
Kondisi senada diungkapkan juga oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat. Namun, menurutnya, penerapan robotisasi di industri garmen lebih ditujukan untuk mengejar kecepatan proses produksi, dan belum berimbas pada pengurangan tenaga kerja.
“Tapi ini lebih banyak pada aspek mengejar kecepatan proses produksi, bukan pengurangan tenaga kerja,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri Anom mengakui bahwa robotisasi sudah masuk ke industri alas kaki, meskipun belum ditujukan untuk peningkatan efisiensi tenaga kerja.
“Saat ini belum berdampak (pada efisiensi tenaga kerja), karena masih lebih pada peningkatan kapasitas,” terangnya.
Said Iqbal menerangkan bahwa selama ini para pengusaha diam – diam menerapkan robotisasi, dan tidak mengakui ada konsekuensi pada pengurangan tenaga kerja yang dapat menciptakan gejolak di kalangan pekerja atau buruh.
“Karena perkiraan 30% PHK tadi masih berupa potensi PHK, dan khawatir ada gejolak di kalangan buruh,” tambah Iqbal.