Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan bad news terkait ancaman dampak ekonomi global terhadap Indonesia. Kabar tersebut terkait dengan informasi yang diterimanya dari pimpinan Dana Moneter Internasional atau IMF.
Menurut informasi dari Managing Director IMF Kristalina Georgieva, sepertiga dunia terancam masuk ke jurang resesi. Kondisi ini diperkirakan akan lebih parah dari krisis finansial 97-98.
“Kita diincar ancaman dan risiko-risiko, baik yang namanya resesi global yang namanya resesi keuangan, krisis pangan, krisis energi ditambah inflasi yang sangat tinggi. Bahkan, minggu lalu setelah tahun baru managing director IMF menyampaikan bahwa tahun 2023 sepertiga ekonomi dunia diprediksi mengalami resesi,” tuturnya.
Jokowi menekankan bahwa ramalan sepertiga dunia bakal jatuh ke jurang resesi tersebut adalah yang terbesar dalam dua dekade terakhir. “Sepertiga ekonomi dunia artinya jika ada 200 lebih negara artinya 70 negara akan mengalami resesi,” jelasnya.
Jumlah ini jauh lebih besar dari krisis 1997-1998 yang hanya menekan 8 negara. Bagi negara yang tidak terkena resesi, IMF mengatakan ratusan juta orang tetap akan merasakan seperti sedang mengalami resesi.
“Ini 16 negara sudah menjadi pasien IMF dan 36 negara antre di depan pintu IMF ingin jadi pasien IMF artinya keadaan sudah tidak normal. Saya tidak menakut nakuti ini adalah angka-angka yang harus saya sampaikan,” tegas Jokowi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merencanakan sejumlah strategi untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari resesi. Ia paparkan bahwa Indonesia patut bersyukur karena perekonomiannya masih bertumbuh positif.
“Optimis karena pencapaian kita luar biasa di 2022. Waspada karena tahun 2023, sepertiga dari dunia akan mengalami resesi atau 43% negara itu akan mengalami resesi menurut proyeksi International Monetary Fund (IMF). Oleh karena itu, kita harus tetap menjaga momentum pemulihan,” ungkap Menkeu dalam Keterangan Pers Menteri, dikutip Kamis, 19 Januari 2023.
Optimisme pemulihan ekonomi didukung dengan arsitektur APBN 2023 yang telah disiapkan sebagai motor penggerak pemulihan. Di antaranya, dengan merancang belanja negara yang diharapkan mampu menjaga Indonesia dari guncangan perekonomian global.
Sri Mulyani menjelaskan, belanja ketahanan pangan ditetapkan Rp104,2 triliun untuk menjaga stabilitas pangan. Sementara belanja sektor perlindungan sosial Rp476 triliun atau sama dengan yang dibelanjakan untuk tahun 2022 untuk melindungi masyarakat.
Untuk menjaga ketahanan energi, Pemerintah menganggarkan Rp341 triliun untuk menjaga agar guncangan yang terjadi di sektor energi dapat ditekan sehingga produksi energi dan ketahanan energi berjalan. Di sisi lain, infrastruktur dirancang Rp392 triliun. Sedangkan belanja untuk kesehatan non-covid dicanangkan Rp178 triliun, dan anggaran pendidikan tetap di angka Rp612 triliun.
Belanja negara tahun 2023 juga direncanakan untuk membelanjakan pentahapan Pemilu sebesar Rp21,86 triliun, dan mempersiapkan Ibu Kota Negara Nusantara sebesar Rp23,9 triliun, dimana untuk infrastrukturnya sebesar Rp21 triliun.
“Itulah belanja-belanja yang penting di tahun 2023 yang sangat diharapkan bisa menjaga ekonomi Indonesia dari ancaman guncangan-guncangan yang terjadi di sisi global. Baik karena kenaikan harga, inflasi, maupun pelemahan ekonomi dari negara-negara lain,” tutupnya.
Penulis: Steven Widjaja