Jakarta – Pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang akan memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden tinggal setahun lagi. Sesuai rencana, pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia itu akan digelar pada 14 Februari 2024. Sebagai masyarakat pemilik hak suara, apa yang harus dilakukan untuk menyambut Pemilu 2024?
“Kita mesti berangkat dari satu pemahaman bahwa kita berada dalam satu wadah yang sama yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI, meski berbeda partai dan pilihan politik,” ujar Fuidy Luckman, Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Tionghoa Kalbar Indonesia (PTKI) dan sekaligus juga Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Tionghoa Indonesia (INTI) kepada wartawan, Rabu, 22 Februari 2023.
Dengan pemahaman yang sama, lanjut Fuidy, akan memperkecil kemungkinan terjadinya friksi antar-komponen bangsa yang mengarah ke disintegrasi bangsa. Dalam konteks ini, pemikiran tokoh bangsa seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang inklusif, pluralistik, multikulturalistik, dan demokratis sangat relevan.
“Gus Dur adalah salah satu Bapak Bangsa Indonesia yang memiliki pemikiran yang selalu berpijak pada keberagaman dan kebangsaan. Semangat ini patut kita kedepankan dalam setiap proses demokrasi yang sedang kita lakukan,” ujar Fuidy.
Seperti diketahui, sejak menjadi Ketua Umum PBNU pada tahun 1984, Gus Dur selalu menyuarakan pentingnya keberagaman dan kebangsaan. Peran tersebut semakin besar ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden ke-4 RI.
Salah satu bukti konkret dari semangat keberagaman dan kebangsaan Gus Dur yakni dengan pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama dan Adat Istiadat China dan menerbitkan Keppres Nomor 19 Tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.
“Keputusan yang membuka keran keberagaman di Indonesia hingga saat ini. Semangat Gus Dur seperti ini layak kita kedepankan dalam setiap proses demokrasi yang melibatkan semua komponen masyarakat dari semua golongan,” katanya.
Dengan kesamaan pemahaman akan pentingnya keberagaman dan kebangsaan, lanjut Fuidy, potensi terjadinya friksi dan gesekan akan semakin kecil.
“Karena, semua berpikir pada kerangka yang sama bahwa proses politik yang kita lakukan untuk kebaikan bangsa dan negara ini,” tutupnya. (*)
Penulis: Darto Wiryosukarto