Jakarta – Runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank di AS tentu membuat gusar seluruh pelaku pasar keuangan di dunia. Kinerja pasar saham dunia kemudian terpantau mengalami pelemahan akibat sentimen negatif yang ditimbulkan dari kolapsnya bank-bank itu.
Belum sepenuhnya reda kasus SVB dan Signature Bank, seorang investor ternama telah meramalkan bahwa akan ada bank besar lainnya yang ikut kolaps. Analis Wall Street, Robert Kiyosaki, yang terkenal karena prediksi suksesnya tentang kolapsnya Lehman Brothers pada 2008, mengklaim bahwa Credit Suisse adalah bank berikutnya yang berisiko tutup.
“Masalahnya adalah pasar obligasi. Dan prediksi saya, saya menelepon Lehman Brothers bertahun-tahun lalu, dan saya pikir bank berikutnya yang dituju adalah Credit Suisse,” ujar Robert kepada Fox News, seperti dikutip dari NDTV, Kamis, 16 Maret 2023.
Penulis buku best seller Rich Dad, Poor Dad itu menjelaskan bagaimana pasar obligasi akan menempatkan AS dalam masalah serius karena ia memperkirakan dolar Amerika akan melemah.
“Pasar obligasi jauh lebih besar daripada pasar saham. The Fed bangkit dan mereka adalah petugas pemadam kebakaran yang sekaligus juga pelaku pembakaran,” ucap Robert, seperti dikutip dari NDTV.
“Dolar AS kehilangan hegemoninya di dunia saat ini, sehingga mereka akan terus mencetak lebih banyak dan lebih banyak lagi, agar benda satu ini tidak tenggelam,” tambahnya.
Robert mengungkapkan kekhawatirannya akan masa depan bank investasi terbesar kedelapan di dunia, Credit Suisse, akibat jatuhnya pasar obligasi dan gelombang pensiun yang akan datang dari generasinya.
Ia kemudian menyarankan para investor untuk mengeksplorasi emas selama pasar yang bergejolak ini.
Pernyataan prediksi Robert atas Credit Suisse datang hanya beberapa jam sebelum bank itu mengakui memiliki “kelemahan material” dalam prosedur pelaporannya untuk tahun fiskal 2021 dan 2022.
“Kelemahan material yang telah diidentifikasi terkait dengan kegagalan merancang dan menjaga proses penilaian risiko yang efektif dalam mengidentifikasi dan menganalisa risiko misstatement materi dalam laporan keuangan itu,” tulis laporan tersebut.
Credit Suisse telah menghadapi rentetan masalah dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dalam kasus ledakan manajer aset AS Archegos dan perusahaan Inggris Greensill.
Credit Suisse telah kehilangan sekitar 80% nilai sahamnya sejak diguncang oleh kolapsnya Greensill pada awal 2021. Kasus ini menjadi yang pertama dalam serangkaian skandal yang dialami bank itu.
Penulis: Steven Widjaja