Jakarta – Mata uang Turki, Lira terpantau merosot ke rekor terendah barunya pada Senin (29/5) setelah Recep Tayyip Erdogan kembali menang pilpres Turki 2023. Erdogan kembali berkuasa sampai dekade ketiga.
Lira sempat berada di angka TRY 20,12 ketika melawan USD, menjadikannya menyentuh rekor terendah sepanjang sejarah yang melampaui level terendah sebelumnya pada minggu lalu.
“Kami memiliki pandangan yang cukup pesimis terhadap Lira Turki sebagai hasil dari Erdogan mempertahankan jabatannya setelah pemilu,” ungkap Ekonom Pasar Berkembang Wells Fargo dan Ahli Strategi FX Brendan McKenna, dikutip dari CNBC “Squawk Box Asia”, Senin, 29 Mei 2023.
McKenna memprediksi, Lira akan mencapai rekor terendah barunya di angka TRY 23/US$ pada akhir kuartal kedua nanti, yang kemudian berlanjut ke TRY 25/US$ di awal tahun depan.
Lira telah kehilangan sekitar 77% nilainya terhadap dolar dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, Turki telah memangkas suku bunga di saat inflasi sedang meninggi. Kebijakan yang melawan konvensi para ekonom dunia pada umumnya.
Hal ini karena Erdogan sebagai presiden berkuasa di Turki, memandang bahwa meningkatkan suku bunga acuan hanya akan membuat inflasi semakin meningkat. Pemerintahannya lebih berfokus pada pengejaran pertumbuhan dan persaingan ekspor daripada menekan inflasi. Sedangkan credit default swap (CDS), yang mengukur biaya untuk mengasuransikan paparan utang Turki, juga terpantau melonjak.
Data Refinitiv menunjukkan, CDS Turki dalam lima tahun diperdagangkan berada di sekitar 664,18 basis poin, menandai kenaikan 20% dari level 550 basis poin sebelum run-off. Semakin banyak orang yang mengasuransikan (CDS) surat utangnya, semakin tinggi kepercayaan akan adanya potensi gagal bayar.
Artinya kenaikan CDS tersebut mencerminkan keyakinan pelaku pasar bahwa kebijakan yang dijanjikan oleh oposisi politik tampaknya merupakan satu-satunya cara untuk mengeluarkan ekonomi Turki dari potensi krisis.
Penulis: Steven Widjaja