Jakarta – Harga beras kembali mencatatkan rekor tertingginya hari ini. Berdasarkan Panel Badan Pangan, harga beras medium naik Rp20 ke Rp12.110 per kg hari ini. Menanggapi melonjaknya harga beras ini, Pengamat Pertanian Khudori, menyampaikan bahwa ada sejumlah faktor penyebab yang memicu kenaikan harga beras.
Pertama, ia katakan jika naiknya harga beras saat ini sebagai hal yang lumrah karena siklus pertanian padi tengah masuk ke musim gadu (Juni-September). Harga beras rata-rata memang lebih mahal di musim ini ketimbang saat musim panen raya (Februari-Mei). Namun begitu, Khudori mengatakan bila harga beras sekarang memang lumayan tinggi ketimbang harga pembelian pemerintah (HPP), yang mana HPP gabah kering panen (GKP) di petani hanya Rp5.000 per kg.
“Tapi harga di pasar sudah jauh meninggalkan HPP. Rerata sudah lebih dari Rp6.000 per kg. Bahkan ada yang sudah menyentuh Rp7.000 per kg. Ini kenaikan yang luar biasa,” ujar Khudori, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa, 22 Agustus 2023.
Faktor kedua adalah perkiraan produksi beras yang menurun. Perkiraan ini memicu ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, yang pada akhirnya menciptakan kenaikan ekspektasi harga.
“Produksi pada sembilan bulan 2023, merujuk data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, diproyeksikan 25,64 juta ton GKG (gabah kering giling),” katanya.
“Kendati data Juli-September 2023 masih proyeksi, yakni berdasarkan luas tanam, angka itu turun dibandingkan sembilan bulan pertama 2022 yang tercatat 26,17 juta ton GKG,” jelas Khudori.
Pada saat yang sama, konsumsi beras dalam negeri per Januari sampai September 2023 diperkirakan meningkat, yakni sebesar 22,89 juta ton.
“Menurut data BPS, angka itu lebih tinggi dibandingkan konsumsi beras periode sama tahun 2022 yang mencapai 22,62 juta ton.”
“Jika dilihat lebih detail, neraca beras nasional mulai defisit lagi sejak Juli, Agustus, dan September 2023. Jumlah defisit beras selama tiga bulan itu diestimasi sebesar 420.000 ton. Ini setelah lima bulan berturut-turut neraca beras surplus 4,35 juta ton.”
“Faktor ketiga, El Nino. Walaupun El Nino bukan hal baru, akan tetapi pemberitaan dan eksposure El Nino cukup luas. Terutama dampaknya pada sektor pertanian,” ucapnya.
“Sejumlah pihak memperkirakan produksi padi bakal turun 1,5 juta ton GKG. Bahkan, ada yang memperkirakan produksi beras turun hingga 5%. Jika yang terakhir ini yang terjadi, lumayan besar,” tuturnya lagi.
Lalu, pemicu terakhir, tak lain adalah adanya kebijakan larangan ekspor beras yang dilakukan negara tertentu, sehingga memicu isu negatif pada rantai pasok beras secara global. Seperti yang ramai diberitakan, India sebagai negara eksportir beras terbesar di dunia, telah menutup keran ekspor beras non-basmati-nya. Negara-negara yang bergantung pada ekspor beras dari India bakal terkena imbasnya.
“Indonesia impor dari India sebagian besar dalam bentuk beras patahan (broken rice), yang sebenarnya tidak bakal terdampak langsung oleh kebijakan India. Tapi sentimen ini ke mana-mana,” kata Khudori.
Akibat hal ini, harga beras pun terus mengalami kenaikan di mana-mana, tanpa terkecuali di Indonesia.
“Kalau mengikuti siklus, harga akan masih berpeluang untuk naik. Baik gabah maupun beras,” pungkas Khudori.
Sebagai informasi, Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium hari ini, Selasa (22/8/2023), naik Rp20 ke Rp12.110 per kg. Terpantau, setidaknya dalam seminggu terakhir, harga beras berfluktuasi naik, di mana pada 15 Agustus lalu berada di Rp12.030 per kg. Sama halnya dengan harga beras premium. Tercatat hari ini bertengger di Rp13.780 per kg, naik dari seminggu lalu di Rp13.680 per kg.
Sedangkan pada tingkat produsen, harga beras medium di penggilingan hari ini turun Rp10 jadi Rp10.840 per kg. Lalu, harga beras premium di penggilingan naik Rp50 ke Rp12.020 per kg.
Untuk harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik Rp20 ke Rp5.710 per kg, di tingkat penggilingan naik Rp10 ke Rp6.060. Sementara, harga GKG di tingkat penggilingan naik Rp20 ke Rp6.610 per kg.
Penulis: Steven Widjaja