Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menegaskan jika pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia perlu melibatkan pengusaha lokal di daerah. Hal ini bertujuan agar nilai investasi yang bertambah secara nasional bisa dinikmati oleh masyarakat di daerah.
“Nah, soal perizinan semua kita permudah dan kita minta supaya investasi bagi ekosistem EV harus berkolaborasi, khususnya kolaborasi dengan pengusaha nasional, khususnya lagi pengusaha daerah. Kenapa demikian? Karena kita ini pertumbuhan PDB-nya tinggi, tapi tidak banyak masyarakat kita yang memiliki akses ke sana. Jangan sampai yang kaya hanya di Jakarta saja, tapi sampai ke daerah-daerah,” ucapnya pada acara seminar “Membangun Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik” di Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2023.
Dirinya lalu kembali membantah isu bahwa kebijakan hilirisasi nikel itu dikuasai asing sepenuhnya. Menurutnya, masuknya investor asing tersebut tak lain adalah karena persoalan transfer teknologi dan tantangan pada perbankan nasional untuk membiayai proyek investasi. Ia mengatakan bahwa pihak asing hanya menguasai industri, dan bukan tambangnya.
“Jadi, kalau ada yang bilang nikel dikuasai asing itu keliru, karena tambangnya itu dikuasai oleh Indonesia, 80% nikel itu dikuasai oleh orang Indonesia. Industrinya baru yang dikuasai oleh asing. Kenapa industrinya dikuasai asing, karena memang perbankan nasional kita tidak membiayai capex untuk investasi. Andaikan ada, 40% dimintai equity, mana bisa 40% bos. Nilai investasinya saja minimal USD3 billion. Kalau 40% artinya USD1.200 billion, ya mana bisa. Sementara di asing itu equity-nya diminta cuman 10%. Ini masalahnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, untuk mengembangkan prospek investasi dari luar negeri ini, pihaknya dan pemerintah Indonesia telah merilis banyak program subsidi maupun pemotongan pajak sebagai insentif untuk para investor asing agar mereka mau berinvestasi di ekosistem industri kendaraan listrik nasional. Bagi Bahlil, pembangunan ekosistem baterai adalah keharusan sebelum membangun ekosistem kendaraannya.
“Jadi, konsistensi kita soal pembangunan ekosistem baterai adalah keharusan, tak bisa tidak. Kayak kita dulu kan punya kayu, tambang, ada tidak pengusaha kayu kita yang masuk 10 besar orang terkaya. Yang kaya ya itu-itu saja, kita tau semua. Bahkan, sebagian besar konglomerat di Indonesia itu kaya karena tebang-tebang dulu, bukan hilirisasi. Maka, mendorong hilirisasi ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan sebelum membangun industri EV,” pungkasnya.
Penulis: Steven Widjaja