Jakarta – Pemerintah bakal merilis sejumlah kebijakan untuk kembali menggenjot kinerja ekspor Indonesia. Tindakan ini diambil pemerintah sebagai respons atas melemahnya kinerja ekspor di kuartal III tahun ini, beserta harga komoditas utama andalan ekspor Indonesia yang mengalami penurunan tajam.
Salah satu kebijakan yang bakal diambil adalah melakukan relaksasi atas peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai ekspor produk manufaktur.
“Kebijakan pemerintah termasuk membolehkan sektor manufaktur yang biasanya ekspor bisa ke dalam negeri 50% ini direlaksasi lebih dari 50% dari PMK sudah bisa,” beber Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 6 November 2023.
Airlangga lebih lanjut menjelaskan jika pihaknya telah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati agar bisa dilakukan revisi pada regulasi terkait ekspor, demi mendorong kinerja ekspor tersebut.
“Kami sudah minta direvisi regulasinya, sehingga bisa lebih mendorong ekspor,” jelasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa pelemahan ekonomi Indonesia di kuartal III-2023 yang sebesar 4,94%, salah satunya disebabkan oleh ekspor dan impor yang terkontraksi masing-masing sebesar -4,26% dan -3,76%. Penurunan kinerja ekspor itu disebut adalah penurunan terbesar sejak akhir tahun 2020, di tengah lesunya permintaan global terhadap komoditas Indonesia.
Salah satu pemicunya adalah penurunan harga komoditas global yang memberikan pengaruh ke komoditas ekspor unggulan, seperti minyak kelapa sawit (CPO), nikel, dan batu bara.
Di samping melemahnya harga komoditas unggulan, Airlangga juga menerangkan jika penurunan kinerja ekspor RI turut dipicu oleh permintaan dari negara lain yang rendah. Mengingat kondisi beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok dan India mengalami pertumbuhan ekonomi lebih lambat di kuartal III 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya.
“Demand relatif melemah,” pungkas Airlangga.
Penulis: Steven Widjaja