Jakarta – Menjalankan atau memimpin sebuah institusi bisnis, tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Dinamika di lapangan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi menjadikan hal tersebut tak mudah. Kondisi ini lah yang akhirnya membuat posisi kepemimpinan entitas bisnis tak bisa diisi oleh sembarang orang.
Menanggapi hal itu, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Menteri Keuangan RI, Agus D.W. Martowardojo, menerangkan jika seorang leader atau pemimpin di institusi bisnis perlu memiliki kemampuan untuk menjaga kepercayaan dan melakukan transformasi budaya pada institusi yang dipimpinnya. Menurutnya, kedua hal ini adalah kunci dalam melakukan transformasi bisnis menuju kinerja yang berkesinambungan.
“Hal yang paling cepat yang perlu kita lakukan adalah kembalikan kepercayaan. Kepercayaan dari pegawai, kepercayaan dari nasabah, kepercayaan dari regulator, kepercayaan dari stakeholders itu harus kita jaga,” ucap Agus pada acara Top 100 CEO dan The Next Leaders Forum 2023: The Inspiration from Successful Leaders in Crisis, yang diadakan oleh Infobank di Four Seasons Hotel Jakarta, Selasa, 5 Desember 2023.
“Di sisi lain, kita harus melakukan perubahan budaya. Budaya itu bertujuan untuk meyakinkan bahwa organisasinya adalah organisasi yang berlandaskan pada kinerja. Kita yakinkan bahwa performance management system di organisasi itu kita jalankan, dan kita ubah budaya untuk menjunjung tinggi kepercayaan, integritas, dan profesionalisme,” jelasnya.
Di samping penekanan akan pentingnya unsur kepercayaan dan budaya, ia juga menekankan pentingnya membangun aliansi strategis. Ia lalu memberikan contoh bagaimana dirinya melakukan pembenahan pada Bank Eksim untuk dilakukan merger menjadi Bank Mandiri di tengah krisis ekonomi tahun 1998.
Ia menjelaskan, bagaimana dirinya yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank Eksim menemui kesulitan saat berupaya melakukan restrukturisasi dan pengumpulan kredit bermasalah. Sebagai solusinya, ia pun terpaksa memutuskan untuk mengumumkan nama-nama debitur yang tidak mau berkolaborasi tersebut ke publik.
“Mereka sebenarnya memiliki kinerja dan ekspansi bisnis yang baik. Nah, ketika kita umumkan, dan karena kita mendapatkan kepercayaan dari regulator, dari stakeholders, semua mendukung kita untuk penyehatan. Kondisi NPL yang tadinya 25%, dalam waktu setahun turun ke 16%. Setahun lagi turun ke 7%. Dan net NPL yang tadinya 15%, dalam dua tahun turun ke 1,5%,” terangnya.
Berkat hal itu, entitas yang dipimpinnya mengalami keuntungan yang meningkat tajam. Yang sebelumnya turun hingga Rp600 miliar, bisa mengalami keuntungan hingga Rp2,4 triliun dalam waktu setahun. Lalu, mengalami kenaikan lagi ke Rp4 triliun dan Rp5 triliun.
“Kita lakukan perubahan agar budaya melayani, budaya mengenali risiko itu berjalan di institusi,” pungkasnya.
Penulis: Steven Widjaja