Jakarta – Ekonomi global pada 2024 diprediksi oleh sejumlah pihak akan lebih sukar ketimbang tahun lalu. Sejumlah masalah seperti melemahnya ekonomi Tiongkok sebagai penggerak ekonomi Asia, melandainya harga komoditas yang memengaruhi kinerja ekspor beberapa negara, krisis pangan, serta masih memanasnya suhu geopolitik global saat ini, disinyalir menjadi penyebab menurunnya kinerja ekonomi dunia.
Beberapa lembaga internasional yang memprediksi pelemahan ekonomi dunia, antara lain Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya akan mencapai 2,4% di tahun ini, turun dari proyeksi pertumbuhan pada 2023 sebesar 3%. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memprediksi 2,7% dari perkiraan pertumbuhan tahun lalu 2,9%. Sementara Bank Dunia menyatakan 2,4% dari proyeksi untuk 2023 yang sebesar 2,6%.
Hal ini tentu menjadi momok tersendiri bagi banyak negara di dunia. Para pemerintahan, tanpa terkecuali pemerintah Indonesia, dibuat selalu siap siaga akan segala kemungkinan terburuk yang bisa menimpa perekonomian.
Namun begitu, di luar itu semua, wilayah Asia Tenggara atau ASEAN diprediksi bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Ini tak terlepas dari derasnya investasi asing yang masuk ke wilayah ini, menjadikannya sebagai pusat rantai pasok dunia terbesar di tahun ini.
“Salah satu alasan ekonomi ASEAN akan berakselerasi tahun ini di tengah penurunan kinerja ekonomi global adalah karena wilayah ini diisi oleh aliran dana investasi. Ada rantai pasok pindah ke wilayah itu, yang juga menguntungkan Indonesia sebagai bagian dari ASEAN,” ujar Frederic Neumann selaku Chief Asia Economist HSBC pada sebuah diskusi virtual di Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024.
“Kita berpikir bahwa ASEAN sedang berada dalam kondisi yang sangat baik saat ini. Diuntungkan oleh rendahnya inflasi, yang membuat banyak rantai pasok dipindahkan ke Asia Tenggara. Vietnam dan Malaysia misalnya yang menjadi rantai pasok untuk baterai EV, dan begitu pula dengan Indonesia yang memiliki pangsa pasar yang besar di wilayah ini,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Pranjul Bhandari selaku Chief Economist for India and Indonesia di HSBC. Ia menegaskan jika industri mobil listrik atau electric vehicle (EV) bakal menjadi penopang penting ekonomi Indonesia di tahun ini dan ke depannya.
“Ekosistem EV, baterai EV, dan mobil EV, di mana Indonesia adalah salah satu negara dengan sumber daya terbesar di dunia untuk industri EV. Investasi asing saat ini terus dikumpulkan oleh Indonesia untuk mengembangkan industri tersebut, yang mana hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan,” tegas Pranjul.
Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran 5,3% dalam lima tahun ke depan. Namun, jika pengembangan industri EV benar-benar terwujud, maka ekonomi Indonesia bisa bertumbuh di kisaran 5,8%.
Penulis: Steven Widjaja