Jakarta – Saat awal transformasi digital di industri perbankan, seorang ekonom dengan yakin memprediksi bahwa Bank Rakyat Indonesia (BRI) akan menjadi bank besar pertama di Tanah Air yang akan terpukul disrupsi. Jumlah SDM (source) yang super-besar dan jaringan kantor yang super-banyak menjadi trigernya.
Waktu akhirnya mematahkan sinyalemen itu. Alih-alih terseok karena besarnya beban SDM dan jaringan kantor, BRI justru semakin besar, semakin kokoh, dan semakin digdaya. Bahkan, bank BUMN yang kini dipimpin oleh Sunarso itu berhasil menjadi “sang raksasa” yang lincah berdansa dengan iringan irama digital yang disruptif. Benar-benar amazing.
Adalah transformasi digital, kata kunci keberhasilan BRI melewati masa transisi ke era digital. Ini bukan hal mudah. Salah satu faktornya saat itu adalah arsitek IT BRI dan tata kelolanya tidak lagi memadai untuk mendukung operasional layanan dan bisnis. Agar bisa terus relevan, tumbuh, dan berkembang di era Bank 4.0, BRI harus memiliki arsitektur IT yang future-ready.
“Membangun arsitektur IT bagi BRI bak memperbaiki fondasi gedung bertingkat tanpa menghentikan operasional gedung tersebut. Tantangannya sangat besar. Namun, tidak bisa tidak, hal itu harus dilakukan demi menyambut masa depan BRI yang makin baik,” ujar Indra Utoyo, Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI (2017 – 2022), dalam buku terbarunya “Making The Giant Dance: Kisah di Balik Perjalanan Transformasi Digital BRI” yang diterbitkan Desember 2023 lalu.
Indra Utoyo yang kini menjadi Direktur Utama Allo Bank Indonesia adalah “dirigen” transformasi digital di BRI. Tak pernah terbayangkan dalam pikirannya yang paling liar sekalipun saat Gatot Trihargo, yang saat itu menjabat Deputi Kementerian BUMN sekaligus Wakil Komisaris Utama BRI, menyampaikan akan adanya penugasan kepada dirinya menjadi dirigen transformasi digital di BRI.
Kariernya selama 30,5 tahun di Telkom. “Namun, sebagai prajurit, saya siap melaksanakan tugas sebaik-baiknya,” ujar Indra yang bergabung ke BRI Maret 2017, saat BRI baru saja memulai program transformasi BRIVolution 1.0 yang memiliki aspirasi “To be Tke Most Valuable Bank in The Region and Home to The Best Talent in 2022”.
Dalam pengamatan Indra Utoyo, ada dua problem utama IT BRI yang dijumpainya saat itu, yakni minimnya rujukan arsitektur IT yang up-date dan IT governance yang kurang disiplin, sementara jumlah aplikasi sangat banyak. Dengan dua problem utama tersebut, dia mengambarkan IT BRI ibarat “bangunan besar tanpa arsitek”.
Aplikasi yang banyak sekali dan dikembangkan sendiri-sendiri oleh para programmer mengakibatkan kerumitan dalam mengelolanya. “Ini seperti spaghetti. Untuk mengurainya tidak mudah,” ujarnya.
Meski tidak mudah, BRI akhirnya berhasil melewati masa-masa kritis transformasi digital di industri perbankan yang diwarnai disrupsi tersebut. Kini, setelah berhasil melakukan transformasi digital, BRI semakin mengokohkan diri sebagai “Sang Raksasa”, yang oleh Investopedia, dipandang sebagai “The Largest Microfinance Institution in the World”.
Proses transformasi digital di BRI pada rentang 2017 – 2022 inilah yang kemudian dilihat Sunarso sebagai pengalaman berharga yang penting untuk diabadikan dalam bentuk buku. “Beliau mengatakan, transformasi digital yang dilakukan BRI jangan dilihat hasilnya sekarang, tetapi perlu dijelaskan bagaimana proses dan perjalanannya yang tidak mudah agar menjadi pelajaran bagi insan BRI ke depan,” ujar Indra, mengutip Sunarso.
Dan, akhirnya, Indra mewujudkan inisiatif Sunarso tersebut dengan menulis buku “Making The Giant Dance: Kisah di Balik Perjalanan Transformasi Digital BRI”, dan diterbitkan Desember 2023 lalu. “Judul buku ini menyiratkan suasana hati Bank BRI saat ini. Making the Giant Dance,” tulis Sunarso dalam kata sambutannya di buku tersebut.
Menurut Sunarso, buku ini penting untuk memahami bagaimana BRI mengarungi era disruptif yang dahsyat, lalu menghasilkan beragam produk dan inovasi digital yang fenomenal seperti Super App BRImo, BRILink, BRISpot, dan sebagainya. “Buku ini memberikan gambaran secara gamblang tentang bagaimana transformasi digital dilakukan BRI. Berkat transformasi digital itu, BRI Sang Raksasa (the Giant), kini bisa berdansa mengikuti irama era digital yang disruptif,” tulisnya.
“Saya menyambut gembira atas terbitnya buku perjalanan transformasi digital BRI ini, yang ditulis langsung oleh pelakunya. Meski pada awalnya ada ketakutan karyawan tidak bisa mengadopsi digitalisasi dan takut akan adanya layoff, tetapi akhirnya semua bisa ‘melek digital’ dan bahkan menjadi penyuluh-penyuluh digital,” sambung Prof. Rofikoh Rokhim, Ph.D, Guru Besar UI yang juga Wakil Komisaris Utama BRI, dalam testimoninya.
“Perjalanan transformasi digital yang tidak mudah, sebagaimana digambarkan Pak Indra dalam buku ini. Masih kuat dalam ingatan, saya dan Pak Indra menghadapi berbagai insiden IT pada 2017, yang menjadi hikmah dan pelajaran bagi pembenahan IT BRI secara fundamental,” ujar Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI, dalam testimoninya.
“Buku ini meriwayatkan petualangan Pak IU dengan lugas dan kaya, direct from the source. Saya rasa setiap praktisi digital—termasuk saya—yang haus akan inspirasi transformasi akan mendapatkan manfaat darinya,” tulis Arga M. Nugraha, Direktur Digital & Teknologi Informasi BRI, dalam testimoninya.
Meski super-sibuk, Indra Utoyo adalah penulis yang produktif. Buku “Making The Giant Dance: Kisah di Balik Perjalanan Transformasi Digital BRI” adalah karya tulisnya kelima. Empat karyanya yang lain adalah Infokom di Era Post-Technology Driven (Tricitra, Jakarta, 2006), Manajemen Alhamdulillah (Mizan, Bandung, 2010), Paradox Marketing in Practise (Gramedia, Jakarta, 2013), Silicon Valley Mindset (Gramedia, Jakarta, 2016), dan Hybrid Company Model (Rayyana Komunikasindo, Jakarta, 2020).
Indra yang lahir di Bandung, 17 Februari 1962 memulai kariernya di Telkom Indonesia pada 1986 hingga menjabat sebagai Direktur IT Solution & Supply (2007 – 2012) dan Direktur Digital & Strategic Portofolio (2012 – 2017) sebelum kemudian hijrah ke BRI.
Indra adalah lulusan terbaik Fakultas Teknologi dan Teknik Elektro ITB tahun 1985 serta peraih Master of Science jurusan Communication & Signal Processing dari Imperial College, London, tahun 1994, serta peraih gelar Doktor Manajemen Stratejik di FEB UI. DW
PROFIL BUKU
Judul : Making The Giant Dance
Penulis : Indra Utoyo
Penerbit : Rayyana Komunikasindo
Halaman : 318 halaman
Terbit : Desember 2023