Jakarta – Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk tidak mengubah level suku bunga acauannya pada Jumat (14/6). Namun demikian, BOJ tengah mempertimbangkan untuk mengurangi pembelian obligasi pemerintah.
Seperti yang diprediksi, BOJ tetap mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran level 0% sampai 0,1% pada akhir pertemuan kebijakan yang berlangsung dua hari itu. BOJ lalu menyatakan dalam keterangannya bakal mengurangi pembelian obligasi pemerintah Jepang setelah pertemuan kebijakan moneter selanjutnya yang diadakan pada 30 dan 31 Juli nanti, seperti dikutip dari CNBC.
Untuk pertemuan selanjutnya, BOJ menyatakan akan mengumpulkan pandangan dari para partisipan di market, untuk mendapatkan keputusan yang lebih mendetail soal pengurangan pembelian obligasi pemerintah dalam satu hingga dua tahun ke depan.
Nilai tukar mata uang Jepang melemah 0,52% sampai 157,84% terhadap US dollar, sementara imbal hasil dari obligasi pemerintah Jepang dengan tenor 10 tahun merosot 44 basis poin ke 0,924 paska dirilisnya keputusan BOJ tersebut.
Sedangkan benchmark untuk Nikkei 225 naik 0,68%, membalikkan kerugian yang terjadi sebelumnya, sementara Topix 0,71% lebih tinggi.
Kebijakan yang Berani
Pada bulan Maret lalu, BOJ menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir, menjadikannya sebagai rezim terakhir yang masih belum menaikkan suku bunga acuan.
Namun, bank sentral mengatakan pada saat itu pihaknya akan terus membeli obligasi pemerintah dengan laju sekitar 6 triliun yen (USD38,17 miliar) per bulan.
Meskipun pembelian obligasi pemerintah dalam skala besar mencapai efek menstabilkan imbal hasil obligasi 10-tahun di kisaran level 1%, hal ini secara tidak langsung memberikan tekanan tambahan pada pelemahan yen, sebagaimana diutarakan pada catatan dari perusahaan konsultan, Teneo, yang diterbitkan 13 Juni.
Pada tanggal 8 Mei, Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengatakan bank sentral akan mengamati penurunan yen baru-baru ini dalam memandu kebijakan moneter, sebagaimana dikutip Reuters.
Itu terjadi setelah yen merosot ke level terendah dalam 34 tahun terakhir, diperdagangkan di level 160 terhadap US dolar pada akhir April, sehingga mendorong BOJ melakukan intervensi untuk menopang mata uangnya.
“Penurunan yen yang tajam dan sepihak berdampak negatif bagi perekonomian, dan oleh karena itu tidak diinginkan, karena menyulitkan perusahaan untuk menetapkan rencana bisnis,” kata Ueda kepada parlemen.
“Jika volatilitas mata uang mempengaruhi, atau risiko mempengaruhi tren inflasi, BOJ harus merespons dengan kebijakan moneter,” tambahnya.
Penulis: Steven Widjaja