Bali – Hadirnya perusahaan pembiayaan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) memberikan warna tersendiri bagi industri jasa keuangan di Tanah Air. Bagi kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) fintech menjadi sumber pembiayaan baru karena beberapa hal yang ditawarkan fintech sehingga dengan mudah menyasar UMKM.
Ketentuan yang mewajibkan perbankan untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM hingga 30% dari total kreditnya, bukan hal yang mudah bagi beberapa bank.
Menurut Munawar Kasan, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kondisi ini sulit dipenuhi oleh beberapa bank. “Ketentuan ini mendorong perbankan bekerja sama dengan fintech dan memberikan nilai tambah bagi UMKM,” ujar Munawar dalam acara Rebranding Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di Bali pada 10 Desember 2021.
Adrian Gunadi, Ketua Umum AFPI menyatakan bahwa tren industri fintech meningkat dengan adanya pandemi ini. Masyarakat memilih peer to peer (P2P) lending untuk alternatif pendanaan baik untuk yang bersifat produktif maupun konsumtif. Adrian menambahkan bahwa 55% pembiayaan fintech untuk sektor produktif. UMKM yang selama ini banyak mendapatkan pendanaan dari fintech menurut Adrian terdiri atas beberapa segmen yakni ultra mikro, mikro, kecil dan menengah.
“Di AFPI sendiri ada 44 platform pembiayaan dan masing-masing menyasar tingkat dan segmen yang berbeda,” ujar Adrian.
Perkembangan UMKM yang go digital, diharapkan mendorong anggota AFPI untuk menyasar sektor ini. Dengan bunga yang ditawarkan sebesar 11% – 24% tanpa jaminan, Adrian meyakini masih mampu bersaing dengan KUR yang bunganya 6% tetapi peminjam harus memenuhi beberapa ketentuan. “Pengusaha butuh pendanaan yang cepat, aman dan kompetitif,” pungkasnya.