Jakarta-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sepanjang tahun ini hingga akhir Oktober 2019 naik tipis menjadi 2,73%, dari posisi akhir bulan sebelumnya yang sebesar 2,66%.
Peningkatan kredit bermasalah ini ternyata disebabkan oleh tingginya tingkat NPL di sektor pengolahan, yang disebabkan dari tidak lancarnya kredit grup Duniatex yang berdampak pada sektor ini dari hulu hingga ke hilir.
“Ada yang NPL naik yang naik industri pengolahan kreditnya Rp900 triliun, dibanding posisi Oktober 2018 sebesar Rp874 triliun itu (NPL-nya) naik dari Desember 2018 2,52% jadi 4,12%. Industri pengolahan ini dampak dari Duniatex ada pengolahan juga, bukan tekstil saja, tapi hilir tapi hulu,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo, di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Di samping itu, sektor perdagangan turut berkontribusi memberikan kredit macet pada industri perbankan. NPL dari sektor ini naik menjadi 3,92% di akhir bulan lalu dari posisi akhir Oktober sebesar 3,57%.
“Kalau yang lain ada sektor perikanan, tapi nilai tidak dominan jadi tidak berpengaruh signifikan,” katanya.
Di sektor pembiayaan, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) tercatat turun dari bulan sebelumnya menjadi 2,5%.
Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,52%, jauh di bawah ambang batas ketentuan.
Likuiditas dan permodalan perbankan liquidity coverage ratio (LDR) dan rasio alat likuid/non core deposit masing-masing sebesar 199,14% dan 87,83%, jauh di atas threshold.
Untuk sisi permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan sebesar 23,54%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 705% dan 329%, jauh di atas ambang batas ketentuan.