Jakarta – Berbagai data menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan masyarakat di berbagai wilayah, termasuk Asean, terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Global Indeks, kepemilikan akun perbankan meningkat 10% dalam empat tahun terakhir. Dan untuk di Asean sendiri, angka ini meningkat dari 36% di 2014 ke 53% di 2020. Peningkatan yang signifikan ini tentunya tak bisa dihindarkan dari adanya penggunaan mobile phone di tengah masyarakat.
Namun demikian, masih ada 1,4 miliar orang secara global, yang di dalamnya ada 400 juta orang di Asean yang masih belum memiliki akun perbankan. Hal ini, menurut Country Director for Indonesia and Timor Leste of World Bank, Satu Kahkonen, disebabkan oleh masih tingginya gap pada enam aspek, yakni rural-urban gap, income gap, age gap, aksesibilitas ke layanan keuangan digital, sulitnya sektor UMKM dalam mengakses kredit, dan biaya pengiriman remitance yang masih cukup tinggi.
“Misalnya rural-urban gap dimana masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan itu memiliki aksesibilitas yang minim terhadap layanan keuangan ketimbang mereka yang tinggal di area perkotaan. Ini murni karena minimnya infrastruktur, literasi keuangan, serta lembaga keuangan yang ada di area pedesaan,” ungkap Satu, pada acara “High Level Seminar from Asean to The World: Innovative Strategy to Further Enhance Financial Inclusion” yang diadakan oleh Bank Indonesia di Jakarta, Selasa, 28 Maret 2023.
Hal yang sama ia ungkapkan untuk income gap, dimana populasi dengan pendapatan rendah selalu kesulitan mengakses layanan keuangan, entah karena kurangnya jaminan yang dimiliki maupun minimnya credit history mereka.
“Begitu pula dengan biaya pengiriman remitance yang walaupun di Asean lebih rendah biayanya ketimbang di wilayah lainnya, namun besaran biaya ini tetap masih memiliki variasi yang signifikan dari satu negara dengan negara lainnya di Asean,” tambah Satu.
Satu menjelaskan bahwa untuk mempersempit gap yang ada tersebut, maka diperlukan layanan keuangan digital yang mumpuni. Financial technology atau fintech, ia katakan dapat menjadi salah satu sarana utama dalam mempersempit gap-gap yang ada.
“Sebagai contoh di Indonesia saja kita telah melihat bagaimana layanan keuangan digital berhasil memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan inklusi keuangan. E-wallet dan mobile banking menjadi dua layanan populer, bahkan di rural area. Maka, dengan meningkatkan kapasitas layanan keuangan digital, Indonesia bisa menyediakan akses layanan keuangan kepada jutaan masyarakat yang sebelumnya belum dapat mengakses layanan keuangan. Hal yang sama juga terjadi di Vietnam dan Filipina,” tuturnya.
Penulis: Steven Widjaja