Jakarta – Bank DBS memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal mencapai level 7.750 pada akhir tahun ini. Equities Specialist DBS Group Research, Maynard Arif menjelaskan bahwa prediksi level IHSG terbang ke 7.750 di tahun ini dilandaskan pada empat faktor utama.
Pertama, Maynard jelaskan, pihaknya berharap dari sisi rupiah menguat, sehingga memiliki dampak positif di semester kedua tahun ini. Kedua, dari sisi pertumbuhan, pihaknya berharap pertumbuhan ekonominya masih bisa terjaga, sehingga pertumbuhan profit dari emiten-emiten di pasar nasional masih dapat tumbuh positif.
“Nah, ini mungkin yang pertumbuhan ini yang masih jadi tanda tanya. Kalau yang pertama tadi faktor asing kan, tiap bulan sentimen dari asing itu bisa berubah tergantung data Amerika. Nah, yang penting kalau kita dari domestik ini faktornya lebih ke pertumbuhan emiten-emiten kita,” beber Maynard di Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Ia tegaskan, jika hasilnya (pertumbuhan kinerja emiten) tak sebaik seperti yang diharapkan, maka pihaknya bakal merevisi kembali proyeksi IHSG tersebut. Kemudian, ia malanjutkan, faktor ketiga ialah faktor valuasi yang menurutnya Indonesia memiliki daya tarik yang cukup untuk faktor ini.
Dari sisi kinerja rasio market (valuasi) Indonesia berada di bawah rata-rata 10 tahun terakhir. Hal ini menurutnya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor saham. Terakhir, faktor keempat mempunyai hubungan dengan penurunan suku bunga.
“Jadi, kalau ada penurunan suku bunga biasanya kan nanti kupon bon juga menurun, yield-nya menurun, kita berharap dengan pertumbuhan yang terjaga, investor dapat mengalokasi masuk ke saham lagi dan diharapkan pertumbuhannya (IHSG) lebih bagus. Itu empat faktornya,” tekannya.
Di antara keempat faktor itu, menurutnya yang paling penting adalah pertumbuhan pendapatan emiten-emiten bisa terjaga dan bertumbuh lumayan positif. Pihaknya mengkhawatirkan pertumbuhan emiten-emiten tak sebaik periode sebelumnya, di mana para investor berharap pertumbuhan market Indonesia bisa mencapai double digit.
“Karena kan kalau tak tumbuh sebanyak itu, maka orang kan melihatnya marketnya bisa naik kalau financial-nya makin tinggi dengan multiple yang sama, indeksnya bisa lebih tinggi kan. Tapi kalau pertumbuhannya rendah, maka marketnya tak bisa tumbuh tinggi juga. Kalau marketnya tak tumbuh tinggi kan maka return-nya tak bisa tumbuh tinggi,” pungkasnya.
Penulis: Steven Widjaja