Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan kepada jajaran menterinya untuk tidak kehilangan fokus pada kebijakan hilirisasi. Hal ini ia sampaikan di kala Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan kebijakan hilirisasi.
Instruksi Jokowi kepada jajaran kementeriannya ini disampaikan saat Sidang Kabinet Paripurna mengenai Laporan Semester I Pelaksanaan APBN Tahun 2023 di Istana Negara, Jakarta, Senin, 3 Juli 2023.
Jokowi juga menyampaikan agar para menterinya mengkaji sejumlah program hilirisasi industri, infrastruktur energi baru terbarukan hingga ekonomi hijau, yang belum bisa berjalan.
“Hilirisasi industri infrastruktur energi terbarukan hingga ekonomi hijau, jangan kehilangan fokus di bidang ini. Lihat dan kaji program yang ada dalam APBN belum berjalan apa penyebab dan bagaimana kelanjutannya,” ujar Jokowi, dikutip Selasa, 4 Juli 2023.
Kebijakan hilirisasi pemerintah RI saat ini tengah diprotes oleh sejumlah negara maju. IMF bahkan meminta agar kebijakan ini dihentikan supaya tidak meluas ke komoditas lainnya, meskipun IMF tak bisa menjelaskan secara gamblang mengapa program tersebut harus dihentikan.
Program hilirisasi yang sedang dilakukan pemerintahan Jokowi dinilai bisa membantu Indonesia mencapai target menjadi negara maju di 2045. Hilirisasi terbukti bisa meningkatkan nilai tambah yang besar untuk Indonesia.
Berdasarkan data BKPM, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020, berhasil memberikan keuntungan sampai US$30 miliar atau setara dengan Rp450 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per US$), dari nilai ekspor nikel pada 2017 – 2018 lalu yang hanya US$3,3 miliar.
Pernyataan IMF
Pernyataan IMF yang meminta kepada pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluas pada komoditas lain tercantum pada paparan Article IV Consultation.
IMF menilai kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan masalah analisa biaya dan manfaat. IMF juga mengatakan jika program hilirisasi berdampak negatif terhadap negara lain.
“Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini,” tulis IMF pada laporan yang dirilis minggu lalu itu.
IMF lalu menyarankan untuk dilakukan analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi, yang mana hasil analisanya perlu dilaporkan secara terbuka dan berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi, serta perlu tidaknya kebijakan ini diperluas ke komoditas lainnya.
“Kebijakan industri juga harus dirancang dengan cara yang tidak menghalangi persaingan dan inovasi, sambil meminimalkan efek rambatan lintas batas yang negatif,” tambahnya.
“Meningkatkan nilai tambah dalam produksi, dengan menghapus secara bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan untuk komoditas lain,” tulis laporan itu lagi.
Penulis: Steven Widjaja