Jakarta – DBS Bank Ltd (Bank DBS) semakin siap memperkuat kehadirannya sebagai salah satu advokat yang menggencarkan gerakan ekonomi hijau di Indonesia. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 lalu, Bank DBS memaparkan penting bagi industri yang memproduksi tingkat karbon tinggi untuk memulai dekarbonasi atau bertransisi menjadi lebih hijau, seperti industri otomotif.
Di sisi lain, institusi finansial seperti Bank DBS memiliki peran yang penting dalam mendorong agenda keberlanjutan melalui kerja sama sustainability financing atau transition financing.
Menekan emisi karbon membutuhkan usaha kolektif, baik dari pihak pemerintah, swasta, hingga masyarakat. Untuk itulah, Bank DBS memberikan solusi keuangan berkelanjutan seraya menuju masa depan ekonomi rendah karbon. Salah satu perwujudannya adalah dengan menandatangani Net-Zero Banking Alliance (NZBA), sebuah aliansi bank yang diselenggarakan oleh Inisiatif Keuangan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan komitmen pada jalur Net Zero Emission (NZE) global, per Oktober 2021.
“Target dekarbonisasi akan berperan sebagai panduan untuk pembiayaan kami ke emisi nol bersih melalui perubahan yang terukur,” ujar Chief Executive Officer Bank DBS Piyush Gupta, dikutip Kamis, 23 Februari 2023.
Bank DBS menetapkan target dekarbonisasi yang berfokus pada sektor daya, minyak dan gas (migas), otomotif, aviasi, ekspedisi, baja, real estate, serta untuk sasaran cakupan data meliputi pangan dan agribisnis, juga bahan kimia.
Kesembilan sektor dekarbonisasi yang menjadi sasaran Bank DBS sejauh ini merupakan deretan institusi yang menghasilkan emisi terbesar dari portofolio Bank DBS. Di antara sejumlah sektor itu, migas merupakan salah satu sektor yang mendapat sorotan. Pasalnya, sektor ini tengah dituntut untuk menghasilkan energi yang lebih bersih. Oleh sebab itu, Bank DBS menargetkan pengurangan emisi absolut dari pendanaan di sektor migas sebesar 28% di 2030 mendatang.
Di samping itu, sejak April 2019 lalu, Bank DBS sudah menegaskan komitmennya terhadap pembiayaan berkelanjutan dengan tidak lagi menyalurkan kredit untuk batu bara. Kebijakan ini dilakukan secara bertahap oleh Bank DBS dan berjalan beriringan dengan strategi untuk meningkatkan dukungan anggaran terhadap sektor energi terbarukan, yakni sebesar S$5,9 miliar pada 2021 dari S$4,2 miliar pada 2020.
Di sisi internal, Bank DBS berkomitmen untuk mencapai operasional emisi nol bersih di seluruh bank pada akhir 2022. Hal ini berkaitan dengan komitmen pada akhir 2021 lalu, di mana seluruh pemasok baru Bank DBS telah menandatangani komitmennya terhadap DBS sustainability sourcing principles.
Selain itu, Bank DBS menetapkan target dekarbonisasi yang mencakup kegiatan pasar modal. Secara keseluruhan, terdapat S$686 miliar aset bank yang diikutkan per Desember dan pinjaman pelanggan sebesar S$409 miliar. Adapun, portofolio keuangan berkelanjutan Bank DBS sejauh ini juga telah mencapai S$52,7 miliar per 30 Juni 2022, melampaui target S$50 miliar jauh sebelum 2024.
Sementara itu, di Indonesia sendiri, melalui Bank DBS Indonesia, Bank DBS telah mencatatkan lebih dari Rp1 triliun kerja sama pendanaan proyek berbasis environmental, social, and governance (ESG). Di antaranya terdapat PT Jaya Bumi Paser berupa financing senilai USD27,5 juta untuk membiayai pengembangan sumber energi terbarukan berbasis biomassa, dan PT Multidaya Teknologi Nusantara (eFishery) untuk pendanaan modal kerja dengan limit mencapai Rp500 miliar.
“Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk melakukan transisi hijau dengan didukung oleh kebijakan, perencanaan keuangan yang tepat, dan inovasi contohnya dalam memanfaatkan platform digital, serta kolaborasi multi dan lintas sektoral,” tutur Director of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie.
Editor: Steven Widjaja