Sektor-sektor yang terdampak COVID-19 berupaya bangkit. Begitu pula dengan BPR yang mayoritas nasabahnya adalah UMKM.
Dampak COVID-19 sudah dirasakan industri bank perkreditan rakyat (BPR). Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi pasar utama BPR sebagian besar mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya. Secara umum, tekanan yang dirasakan pelaku UMKM berimbas pada seretnya pembayaran angsuran kredit debitur UMKM kepada BPR. Guna membantu debitur yang terdampak COVID-19 dan mencari solusi bagi permasalahan perbankan yang dihadapi, BPR siap menerapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 dengan memberikan relaksasi kredit sesuai dengan analisis dari masing-masing debitur.
Menurut Teguh Supangkat, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, debitur yang berhak mendapat restrukturisasi kredit harus tercatat sebagai debitur dengan kualitas pembiayaan yang lancar. “Kita lihat, harusnya kalau mau direstrukturisasi, kualitasnya harus bagus. Kalau sudah macet sebelum dia terdampak COVID-19, berarti sudah bermasalah (kredit) sebelumnya,” ungkapnya dalam webinar The Finance dengan tema “Restrukturisasi Kredit BPR Sebagai Dampak COVID-19”, Mei lalu.
Sementara, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menyatakan bahwa BPR harus jeli dalam menyeleksi debitur mana yang berhak mendapatkan relaksasi kredit. “Masalah likuiditas dan restrukturisasi memang dua hal penting yang harus diwaspadai. Oleh karena itu, bagaimana mengatasinya? Maka, buatlah prognosis pada April sampai Desember. Dalam prognosis ini, harus ada inisiasi baru agar bisa survive,” ujarnya.
Terkait dengan relaksasi, Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) menyerukan kepada seluruh BPR untuk segera memprioritaskan stimulus ini agar tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) industri rural bank dapat tertahan dan tidak melambung.
“Dengan adanya relaksasi ini, secara gamblang memberikan sweetener in and out kepada industri dan nasabah untuk mendapatkan win-win solution. Jadi, industri perbankannya tidak terganggu karena dianggap performing setahun, nasabahnya juga ada napas untuk mengangsur,” jelas Joko Suyanto, Ketua Umum Perbarindo.