Jakarta – Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang terbit pada awal tahun ini ditanggapi positif oleh sejumlah pihak, tanpa terkecuali industri bank perekonomian rakyat (BPR). Ketua Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyampaikan bahwa dengan ditekennya UU P2SK, industri BPR jadi memiliki kesempatan untuk berkontribusi bagi pembangunan nasional.
“Dalam UU No. 10 Tahun 1998, tugas industri hanya memberantas rentenir dan membiayai kegiatan usaha yang tak bankable. Dan saat ini ruang gerak kita telah diperluas. Jadi, selain nama kita berubah dari bank perkreditan rakyat ke bank perekonomian rakyat di UU P2SK, BPR lalu juga diatur dalam UU yang sama untuk bisa melakukan kegiatan teknologi, bisa melakukan kegiatan transfer, bisa menyertakan modal ke usaha yang mendukung industri, bisa mengambil alih jaminan, serta yang terpenting ruang geraknya diperkenankan untuk bisa melakukan go public,” ujar Tedy saat acara Infobank Banking Mastery Forum 2023 (Finding Your Bank’s Purpose): Penguatan dan Pengembangan Sektor Perbankan, yang diadakan di The Ritz Carlton Jakarta, Jumat, 25 Agustus 2023.
Lebih lanjut, ia katakan jika kondisi tersebut sekaligus menjadi tantangan bagi industri BPR untuk bisa menata bisnisnya dengan baik, tumbuh berkembang, serta bisa merespons dinamika bisnis di lapangan. Maka dari itu, ia mengajak pelaku usaha BPR agar melakukan beberapa hal dalam merespons tujuan UU P2SK.
Pertama, ia meminta segenap pelaku usaha BPR untuk melakukan transformasi agar bisa memanfaatkan peluang dari UU P2SK demi diversifikasi layanan yang berbeda dari sebelumnya. “Jadi, perlu ada pengembangan produk yang lebih baru, lebih merespons dinamika pasar,” tuturnya.
Kedua, ia meminta segenap lembaga BPR untuk memperkuat kompetensi SDM atas pengetahuan dan pengembangan industri. “Pada saat ini, Perbarindo berkontribusi, di antaranya, bagian pertama dari pilar roadmap pengembangan industri 2021-2025 terkait dengan kompetensi SDM, bahwa sertifikasi yang sebelumnya hanya dilakukan ke level pengurus seperti direksi dan komisaris, sekarang bisa dilakukan sampai level pejabat eksekutif, supervisor, dan staf,” tambah Tedy.
Lalu ketiga, melakukan peningkatan tata kelola, mitigasi risiko, dan kepatuhan terkait permodalan dan keberlanjutan bisnis. Serta terakhir, menurutnya, lembaga-lembaga BPR perlu kompak, menjaga kebersamaan, dan bergotong royong menyelesaikan masalah industri. Ia kemudian memberikan contoh bagaimana solusi atas pemenuhan kewajiban dari ISO 27001, yang mewajibkan semua entitas BPR untuk memenuhi syarat ISO 27001.
“Total BPR 1.500, pengguna akses dukcapil wajib memenuhi. Dan kemudian kalau kita bicara biayanya adalah Rp150 juta sampai 200 juta. Kami sampaikan bagi bapak ibu yang tergabung dalam Jaringan Bersama, bapak ibu tidak perlu melakukan pemenuhan ISO 27001. Yang melakukannya adalah Perbarindo. Ini adalah contoh kalau kita bersama dan bersatu, insyaallah dimudahkan dalam menghadapi tantangan apapun.”
Penulis: Steven Widjaja