Bank Mandiri yang kuat di segmen corporate banking kini memiliki nakhoda baru pengganti Kartika Wirjowatmodjo. Kemana Royke Tumilaar yang berpengalaman panjang di bidang corporate banking ini akan membawa Bank Mandiri ke depan?
Bank Mandiri kembali berhasil melakukan suksesi dari dalam. Pemerintah selaku pemilik, melalui Kementerian BUMN resmi menunjuk Royke Tumilaar sebagai Direktur Utama Bank Mandiri pada 9 Desember 2019, menggantikan Kartika Wijoatmodjo yang diangkat menjadi Wakil Menteri BUMN. Bankir asal Manado, Sulawesi Utara yang sudah lama berkiprah di Bank Mandiri dengan pengalaman panjang di bidang corporate banking ini dipercaya untuk memimpin Bank Mandiri yang merupakan bank terbesar nomor dua di Indonesia. Mampukah Bank Mandiri yang kuat di segmen corporate banking kembali tampil menjadi bank nomor wahid di tanah air? Lini-lini bisnis apa saja yang dimiliki Bank Mandiri dan seperti apa targetnya? Apa pendapatnya tentang banyaknya bankir Bank Mandiri yang memimpin perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) lain? Berikut penjelasan Royke Tumilaar kepada Karnoto Mohamad, Ari Nugroho, dan Zulfikar (fotografer) dari Infobank, medio Desember lalu. Petikannya:
Ketika Anda ditunjuk untuk memimpin Bank Mandiri, apa message dari pemegang saham dan mau kemana Bank Mandiri akan Anda bawa?
Saya rasa apa yang disampaikan pak menteri (Menteri BUMN) ke saya kurang lebih sama dengan strategi kita. Kita ingin tumbuh sehat, kita juga melihat opportunity untuk tumbuh. Apabila dimungkinkan kita punya kesempatan, kita buka. Tapi bukan berarti kita punya target seperti apa. Untuk tumbuh besar bisa lewat normal bisnis atau akusisi. Pemegang saham sangat percaya terhadap direksi untuk melakukan yang terbaik. Karena pak menteri akan evaluasi setiap tiga bulan. Saya dengan komisaris utama akan dipanggil untuk menyampaikan rencana dan pencapaian. Sudah terstruktur, tidak ada sesuatu yang baru karena Bank Mandiri sudah berpikir untuk menjadi bank yang bertumbuh sehat dan besar. Tidak ada sesuatu yang spesifik. Kita masih berjalan sesuai dengan yang diinginkan pemerintah sekarang, sebagai majority share holder juga menginginkan peran Bank Mandiri untuk sektor tertentu kita harus support. Terutama kita bank korporasi jangan biayai yang itu-itu aja. Support juga ekonomi. Which is itu kita sudah mulai. Kita sudah punya SME, sekarang kita juga coba lagi membesarkan SME. Karena corporate sudah menjadi darah daging kita jadi harusnya kita sudah tidak terlalu seagresif dulu. Kita harus melihat tempat pertumbuhan baru yang paling menarik di SME dan commercial banking.
Bank Mandiri yang menjadi bank terbesar nomor satu sampai 2017, kini berada di urutan kedua. Apakah ada ambisi untuk menjadi nomor satu lagi?
Semua pemegang saham pasti berharap untuk jadi nomor satu. Tapi ‘kan saya rasa apa yang di sampaikan Pak Menteri (BUMN) ke saya kurang lebih sama dengan strategi kita. Kami ingin tumbuh sehat, kami juga melihat opportunity untuk tumbuh.
Ada rencana mengakuisisi lembaga keuangan lain pada 2020?
Growth itu bisa dua, organik dan anorganik. Bisa lewat normal bisnis atau akusisi. Kami prioritaskan organik dulu. Kalau ada peluang bagus, ‘kan tidak mau juga akusisi bank malah jadi turun. Harus hati-hati. harus memberikan nilai tambah. Size-nya berapapun tapi memberikan nilai tambah. Pasti kami akan consider untuk masuk. Pemegang saham sangat percaya terhadap direksi untuk melakukan yang terbaik.
Apa kesan Anda ketika ditunjuk sebagai pemimpin di Bank Mandiri? Lalu, seperti apa peluang dan tantangan Bank Mandiri saat ini?
Lebih menantang, excited! Pemerintah masih butuh funding untuk infrastrukturnya. Masih dalam persiapan untuk ke sini. Kedua, pemerintah masih berusaha untuk membuat omnibus law, untuk mempermudah investasi. Sales-nya ‘kan mesti ada itu. Kalau itu berhasil, mudah-mudahan bisa mengayomi iklim investasi Indonesia, dan baik itu yang FDI maupun pengusaha lainnya jadi lebih berani untuk melakukan investasi. Bank juga begitu, tidak bisa bergerak sendirian. Konyol juga kalau kita sendirian kasih kredit dalam situasi yang belum pasti. Apalagi kita ini ‘kan bank besar jadi tidak bisa lepas dari korporasinya. Sangat besar dengan portofolio korporasinya. Kompetensi SDM-nya sebagian besar juga ada di situ. Maka, itu seharusnya jadi unggulan kita. Jadi, kantongnya Bank Mandiri itu masih ada di korporasi. Tapi itu tidak akan lama, karena kita juga lihat banyak hal. Kita juga harus bisa me-leverage apa yang kita punya dari keunggulan ini.
Tetap dengan positioning Bank Mandiri sebagai universal banking?
Kita segmennya cukup lengkap ya. Kalau yang universal tapi strong-nya di corporate. Bukan berarti terus retail kita tidak masuk. Konsumer kita juga ada. SME juga ada. Jadi engine kita ada beberapa yang kita sekarang juga mempersiapkan yang mana one day corporate itu harus diambil alih oleh engine-engine yang lain ini. Harusnya prospek SME dan komersial itu ‘kan besar. Segmen di situ sebenarnya yang paling besar karena itu banyak pengusaha-pengusaha lokal besar. Pengusaha wilayah yang besar-besar ada di situ.
Selengkapnya, baca Majalah Infobank No.501, Januari 2020.
Hub. Sirkulasi Infobank: 021-7253127