Jakarta – Industri penjaminan kredit memainkan peran penting dalam menjamin risiko penyaluran kredit lembaga perbankan. Beberapa sektor seperti UMKM misalnya, dinilai sangat membutuhkan peran lembaga penjaminan untuk membantu proses penyaluran pembiayaan dari perbankan berjalan lancar melalui jasa penjaminan risiko kredit.
Walaupun berperan penting dalam menopang perekonomian, industri penjaminan di Tanah Air masih memiliki beragam rintangan dalam menjalankan perannya. Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Iwan Pasila menyatakan, mulai dari kurangnya pemahaman dari masyarakat dan lembaga jasa keuangan terkait peran industri penjaminan hingga terbatasnya SDM di bidang penjaminan, telah menghambat industri ini dalam menjalankan fungsinya.
“Pertama, pemahaman masyarakat soal eksistensi lembaga jasa keuangan yang memberikan penjaminan menjadi penting. Tentu ada kontribusi dari OJK untuk memastikan ada edukasi kepada masyarakat terkait pemahaman eksistensi industri penjaminan,” ujar Iwan pada acara seminar nasional bertajuk ‘Setengah Abad Penjaminan Kredit UMKM Berkontribusi Bagi Ekonomi Negeri: Peran Industri Penjaminan Kredit dalam Pengembangan UMKM’ yang diadakan Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) bekerja sama dengan Majalah Infobank di JW Marriott Hotel Jakarta, Jumat, 17 November 2023.
Tanpa literasi yang baik soal lembaga penjaminan, maka akan sukar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya di daerah, terkait kebermanfaatan lembaga penjaminan kredit bagi penyaluran kredit.
Kedua, belum adanya lembaga penjaminan ulang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2 Tahun 2017 yang menyatakan, perusahaan penjaminan dan perusahaan penjaminan syariah wajib melakukan mitigasi risiko dengan menjaminulangkan penjaminannya.
“Keberadaan lembaga penjaminan ulang ini sebagaimana diamanatkan undang-undang dan POJK ini sampai sekarang belum ada. Jadi, kita sekarang masih terus bergantung pada perusahaan reasuransi yang notabene dari scheme penjaminan risiko itu agak berbeda. Ini adalah hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama,” jelas Iwan.
Ketiga, Iwan sampaikan, masalah permodalan juga menjadi isu krusial bagi perusahaan penjaminan. Mengingat hal ini turut berhubungan langsung dengan kemampuan perusahaan penjaminan dalam menanggung risiko kredit.
Keempat adalah soal kurangnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) di bidang penjaminan. Ia mencontohkan bagaimana masih minimnya kompetensi SDM pada perusahaan penjaminan kredit di daerah. Mengingat masalah yang dihadapi industri penjaminan berkembang dengan sangat cepat dan beragam dewasa ini.
“Kelima adalah terkait koordinasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Lalu, keenam adalah soal perluasan lingkup wilayah perusahaan penjaminan ke lingkup nasional,” tuturnya.
Terkait koordinasi dengan pihak lainnya, Iwan menekankan bahwa hal ini sangatlah penting, apalagi bagi perusahaan penjaminan di daerah. Koordinasi dengan pemerintah daerah, dengan DPRD perlu dilakukan secara berkesinambungan demi menyatukan misi yang sama untuk memajukan sektor bisnis UMKM di daerah.
“Tentang perluasan scope itu sudah ada beberapa yang dilakukan OJK dan akan terus didorong ke depannya. Di dalam mindset kita saat membentuk roadmap, salah satu yang kita dorong adalah bagaimana kita bisa membentuk lembaga penjaminan ulang, supaya dengan adanya lembaga penjaminan ulang kapasitas lingkup industri penjaminan ini bisa berkembang dengan baik. Kita juga terus eksplor bagaimana caranya untuk mengkoneksikan antara perusahaan penjaminan di daerah dengan yang ada di nasional. Ini kita eksplor untuk menghasilkan kerja sama yang optimal agar bisa meningkatkan kapasitas dalam menanggung risiko,” pungkasnya.
Pihaknya pun saat ini masih terus menggodok roadmap industri penjaminan, di mana saat ini sudah ada draft pertama yang masih perlu dilakukan pendalaman dengan asosiasi dan pelaku industri penjaminan.
Penulis: Steven Widjaja