Wacana pengalihan pengawasan lembaga keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) bisa mengguncang pasar keuangan, karena pemerintah dianggap tidak berpijak terhadap kebijakan jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi dalam diskusi publik bertema “Masa Depan Pengawasan Terintegrasi Sektor Keuangan” di Jakarta, Selasa, 21 September 2020.
Pemerintah sendiri saat ini tengah mempersiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan untuk mengantisipasi krisis keuangan akibat pandemi, dengan penguatan pada BI, OJK dan LPS.
“Jangan sampai solusi atau obat yang ditawarkan ini hanya untuk lima tahun, jadi kita harus bicara jangka panjang. Katakanlah kalau pandemi selesai, kita nanti berpikir berbeda lagi, nanti Perppu lagi. Nanti lembaga di Senayan jadi tidak ada fungsinya,” ujar Fathan.
Sementara itu, Ekonom Indef Eko listyanto mengatakan jika pengawasan ke BI mengganggu indepedensi dari BI itu sendiri maka akan mengguncang pasar terutama nilai tukar rupiah.
“Kita menyadari undang-undang ini perlu ada revisi tapi semangatnya jangan menyentuh ke indepedensi apalagi dalam situasi sekarang akan sangat riskan terhadap gonjang-ganjing pasar ke depan,” ucapnya.
Ia menambahakan, kuncinya ada pada penanganan krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, jika pandemi Covid-19 dapat ditangani dengan baik maka sektor keuangan bisa kembali berjalan.
“Ini lah karena tidak ada optimisme do dalam penanganan kesehatan sehingga larinya mengantisipasi ke sektor-sektor yang lain,” paparnya.
Senada, Chairman Infobank Institute Eko B. Supriyanto mengatakan, indepedensi BI dalam pengambilan kebijakan merupakan harga mati. Jika independensi BI hilang, lanjut dia, maka akan mengguncang pasar keuangan. Menurutnya, permasalahan yang muncul sekarang ini sebenarnya sudah ada sebelum OJK dibentuk.
“Jika muncul isu di lembaga keuangan perlu diliat konteksny sSehingga tidak melulu menuding pengawasan OJK yang lemah,” tutupnya. (*) Dicky F Maulana