Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyatakan, beberapa poin yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 dinilai membatasi ruang gerak bagi bank pembangunan daerah (BPD) dalam hal daya saing.
“PP ini juga tentunya memiliki beberapa aturan yang dinilai membatasi ruang gerak BPD dalam hal daya saing, seperti pembatasan jumlah pengurus, dan pengesahan rencana kerja. Padahal, OJK sudah mengatur tentang kepengurusan bank berdasarkan kompleksitas usahanya dan tentu batas waktu rencana penyampaian bisnis bank-nya,” tegasnya dalam diskusi ‘Top BUMD Awards 2021’ yang diadakan Infobank dan The Asian Post di Jakarta, Rabu, 31 Maret 2021.
Selain itu, dalam PP ini antara lain juga mengatur terkait kewenangan kepala daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta tentang permodalan. Dalam Pasal 5 Ayat 2 menyebut, Perusahaan Perseroan Daerah merupakan BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh satu daerah.
“Berdasarkan status kepemilikan, sebagian besar BPD belum tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai perusahaan terbuka. Meski pelaksanaan setoran modal dapat dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan permodalan, namun nilai setoran terbatas pada kemampuan fiskal pemerintah daerah, apalagi di masa pemulihan yang banyak dilakukan re-focusing atas anggaran yang ada untuk program pemulihan ekonomi,” katanya.
“Atas kondisi tersebut, sulit bagi BPD untuk mencapai kepemilikan minimal 51% oleh satu Pemda (Pemerintah Daerah) untuk dapat dikategorikan sebagai BUMD sesuai dengan PP 54 tahun 2017,” pungkas Yuddy. (*) Bagus Kasanjanu