Jakarta – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (BEI: GIAA) konsisten catatkan kinerja positif yang terefleksikan dalam pertumbuhan pendapatan usaha konsolidasi di tahun kinerja 2023, yang tumbuh sekitar 40% atau sebesar US$2,94 miliar dibandingkan dengan pendapatan usaha di tahun sebelumnya yaitu US$2,1 miliar. Hal ini merupakan salah satu indikator langkah penyehatan kinerja usaha yang terus berjalan on the track.
Pendapatan usaha tersebut didorong dari pendapatan penerbangan berjadwal yang naik 41% y-o-y menjadi US$2,37 miliar dari sebelumnya US$1,68 miliar sejalan dengan pergerakan masyarakat yang menggunakan transportasi udara di fase pascapandemi terus bergerak mendekati situasi sebelum pandemi. Lebih lanjut pada penerbangan berjadwal penumpang sendiri, tumbuh 52% dari tahun sebelumnya menjadi US$2,21 miliar.
Selaras dengan penerbangan berjadwal, pendapatan penerbangan tidak berjadwal juga mencatat pertumbuhan hingga 65% atau sebesar US$288,03 juta dari tahun sebelumnya yaitu US$174,81 juta, di mana pendapatan penerbangan haji di tahun 2023 menyumbang kenaikan signifikan hingga 145% menjadi US$235,17 juta dibandingkan tahun sebelumnya yaitu US$92,48 juta. Kemudian, pendapatan lain-lain turut naik 15% dari kinerja 2022 menjadi US$270,58 juta.
Setelah melewati fase yang penuh tantangan di era pandemi beberapa tahun lalu dengan melaksanakan berbagai langkah perbaikan, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba tahun berjalan sebesar US$251.996.580 yang semakin memperkuat fundamen positif kinerja usaha Garuda Indonesia pasca merampungkan restrukturisasi di akhir tahun 2022 lalu.
“Sepanjang tahun 2023, Garuda Indonesia Group berhasil mencatatkan kinerja operasional melalui pertumbuhan jumlah angkutan penumpang hingga 34% yakni mencapai 19.970.024 penumpang dibandingkan pada periode sebelumnya 14.848.195 penumpang. Dalam capaian tersebut, Garuda Indonesia berhasil mengangkut penumpang sebanyak 8.291.094 dan Citilink sebanyak 11.678.930 penumpang,” jelas Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra dalam keterangan resminya.
Melihat kinerja salah satu perusahaan maskapai BUMN yang konsisten menunjukkan pertumbuhan positif itu, Sang Nahkoda, Irfan Setiaputra membeberkan beberapa kebijakan yang ia katakan, harus berani diambil demi menjaga kinerja keuangan dan kualitas layanan Garuda Indonesia. Salah satunya, berani menolak jadwal penerbangan baru ke rute-rute yang sepi penumpang.
“Pertanyaannya makin banyak bandara internasional itu sebetulnya semakin mambawa orang asing ke bandara itu atau membawa orang Indonesia ke Singapura? Orang suruh saya terbang ke sini, anda mendirikan bandara internasional tidak diskusi dengan saya, terus saya langsung disuruh terbang. Kalau saya rugi bagaimana, siapa yang bayar,” tegas Irfan ketika ditemui Infobanknews, belum lama ini.
Ia kisahkan bagaimana dirinya beberapa kali menolak ajakan atau instruksi dari sejumlah kepala daerah untuk menjadwalkan penerbangan ke daerah-daerah yang sepi penumpang. Bahkan, ia meminta kepada pihak-pihak yang menginstruksikannya itu untuk berani membuat surat resmi penugasan kepada Garuda Indonesia untuk menjadwalkan penerbangan rutin ke daerah-daerah sepi penumpang.
“Kalau penugasan kirim surat sini, kalau cuman bicara, jawaban saya tidak. Sudah berapa kali itu saya nyatakan, mau itu dari gubernur, bupati, menteri apa, saya bilang tidak. Jika kita rugi, anda nanggung tidak? Sejak kasus PKPU saya belajar, kita harus menjaga juga dong Garuda Indonesia. Tidak bisa juga kita disuruh harus terbang ke sini-sini, kalau menurut anda itu rugi ya jangan terbang,” tegasnya kembali.
Dengan demikian, menurutnya, siapapun pemimpin di Garuda Indonesia perlu mengambil stance atau sikap yang jelas mengenai posisinya. Atau dengan kata lain, jangan takut menghadapi kekhawatiran penggantian direksi bila menolak permintaan yang merugikan korporasi.
“Terus takutnya jika tak terbang, apa? Diganti posisi anda, ya berarti anda yang takut diganti posisinya. Bukan Garuda jadi rugi karena disuruh terbang, anda takut diganti, anda lalu terbang ke tempat yang rugi. Ya salah anda dong kalau gitu, bukan salah menterinya. Makanya, saya bilang tolong bikin surat, kalau rugi itu ditanggung oleh pihak yang menyuruh,” pungkasnya.
Penulis: Steven Widjaja