Jakarta – Tahun 2023 diprediksi menjadi tahun yang gelap akibat krisis ekonomi, pangan, hingga energi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 serta perang Rusia-Ukraina. Bahkan, beberapa waktu belakangan ini Presiden Joko Widodo juga telah mengakui adanya sinyal resesi di Eropa, Amerika Serikat, serta China yang turut berdampak pada Indonesia. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan, Presiden kerap menghimbau masyarakat untuk tetap optimis, berhati-hati, dan mulai bersiap menghadapi tahun 2023.
Resesi atau perlambatan ekonomi tentunya memengaruhi daya beli masyarakat, sehingga mendorong mereka lebih selektif dalam pengeluaran dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan. Lalu, bagaimana nasib para pelaku bisnis di tengah situasi ini? Apa saja yang harus dipersiapkan untuk membuat bisnis bertahan di tengah masa-masa penuh ketidakpastian tahun depan? Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan oleh para pelaku bisnis, seperti yang diungkap oleh Timothy Astandu selaku Co-Founder dan CEO Populix.
- Manfaatkan peluang inovasi dengan riset pasar
Resesi seharusnya tidak menjadi penghalang sebuah bisnis untuk terus berinovasi. Namun, di tengah perubahan gaya hidup masyarakat menjadi lebih selektif terhadap pengeluaran mereka, pelaku bisnis perlu mengeksplor peluang inovasi dan terus beradaptasi dengan kebutuhan dan minat masyarakat melalui riset pasar.
“Riset pasar akan membantu memberikan insights bagi bisnis terkait produk dan tren yang tengah berkembang di tengah masyarakat, ketertarikan calon pelanggan dengan produk yang akan diluncurkan, hingga mengetahui harga yang rela mereka keluarkan untuk membeli produk tersebut,” ujar Timothy, dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 22 November 2022.
Ada berbagai cara untuk melakukan riset pasar, salah satunya adalah dengan menggunakan platform survei online seperti Poplite by Populix. Melalui platform ini, pelaku bisnis bisa menyesuaikan kriteria responden yang ingin disasar sesuai dengan target market mereka. Pelaku bisnis bahkan dapat menyesuaikan jumlah pertanyaan dan jumlah respondennya sesuai dengan anggaran yang mereka punya.
Selain melakukan riset pasar, pelaku bisnis juga perlu terus mengevaluasi performa setiap produk yang dimiliki dan menentukan produk-produk apa yang paling menguntungkan bisnis, maupun merugikan bisnis. Dengan demikian, di tengah perlambatan daya beli konsumen, pelaku bisnis dapat lebih berfokus memperkuat produk-produk unggulannya serta memberhentikan pasokan produk yang kurang baik terlebih dahulu, guna mengurangi biaya produksi.
“Pelaku bisnis juga harus lebih sigap dan cermat dalam melakukan penyesuaian harga dengan kondisi pasar. Perhatikan juga perubahan harga bahan baku, biaya produksi, serta harga jual yang dipatok oleh kompetitor secara berkala, agar bisnis bisa terus kompetitif di pasar,” terang Timothy.
- Diversifikasi pemasok (supplier)
Di tengah melambatnya ekonomi, pasokan barang dan bahan baku akan mengalami imbas negatif akibat melemahnya daya beli masyarakat. Secara otomatis, biaya bahan baku bisa naik berkali-kali lipat.
Oleh karena itu, pelaku bisnis harus melakukan diversifikasi pemasok atau memiliki lebih dari satu pemasok agar produktivitas produksi tidak terganggu dengan ketersediaan bahan baku di pasaran yang terpapar kenaikan harga tersebut.
- Efisiensi anggaran dengan memastikan strategi pemasaran tepat sasaran
Salah satu biaya terbesar pada operasional bisnis adalah anggaran pemasaran. Oleh karena itu, pelaku bisnis perlu melakukan efisiensi dengan memastikan alokasi anggaran pemasaran mereka tepat sasaran. Dewasa ini, banyak pelaku bisnis yang mengalihkan strategi pemasaran mereka ke ranah digital karena jangkauannya yang luas, memungkinkan kreativitas yang lebih besar, dan memiliki biaya yang lebih terjangkau.
“Salah satu strategi yang bisa dipilih adalah promosi melalui media sosial. Strategi ini merupakan opsi yang tepat diaplikasikan apabila target konsumen bisnisnya menyasar milenial dan Gen Z. Survei yang dilakukan oleh IDN Research Institute bersama Populix baru-baru ini memperlihatkan bahwa Facebook, YouTube, dan Instagram merupakan tiga platform media sosial yang banyak digunakan oleh kalangan milenial,” jelasnya.
Di sisi lain, Instagram, YouTube, dan TikTok menjadi platform yang diminati kalangan Gen Z saat ini. Popularitas ketiga platform tersebut juga semakin mencuat karena ketertarikan Gen Z terhadap konten berbasis video dan live streaming. Selain itu, untuk menjangkau Gen Z, pelaku bisnis juga dapat mencoba kerja sama dengan influencer, content creator, atau Key Opinion Leader (KOL). Hasil survei Indonesia Gen Z Report 2022 memperlihatkan bahwa selain kualitas produk, Gen Z di Indonesia memiliki tingkat kepercayaan tinggi pada brand-brand yang memiliki hubungan dekat dengan influencers, baik dalam hal kepemilikan brand maupun kerja sama dengan brand tertentu.
- Siapkan dana darurat
Tak hanya keuangan pribadi, tetapi bisnis juga perlu mempersiapkan dana darurat dalam menghadapi resesi. Dana darurat dapat membantu bisnis bertahan dengan menstabilkan biaya operasional bisnis di tengah inflasi, membayar gaji karyawan, hingga angsuran cicilan.
Namun, Timothy mengingatkan bahwa dana darurat untuk kebutuhan pribadi sebaiknya dipisah dari dana darurat untuk keperluan bisnis. Selain itu, pelaku bisnis harus memilih bank terpercaya yang telah dilindungi oleh pemerintah untuk menyimpan dana darurat tersebut.
- Restrukturisasi tenaga kerja
Apabila situasi bisnis semakin kritis, pelaku bisnis juga dapat mempertimbangkan melakukan restrukturisasi tenaga kerja dengan pengurangan personil yang kurang berprestasi, serta memaksimalkan dan mengapresiasi kapasitas personil yang berprestasi. Oleh karena itu, pemilik bisnis juga perlu terus meningkatkan kemampuan diri sendiri, serta karyawan, agar dapat berkembang sesuai perkembangan zaman. Misalnya, menambah kapasitas digital dan pembuatan konten.
Editor: Steven Widjaja