Indonesia memiliki potensi transaksi digital yang tinggi jika dibanding negara ASEAN lainnya. Hasil studi dari Google, Temasec, dan Bain & Company tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan nilai transaksi ekonomi digital tertinggi di Asean mencapai US$44 miliar dan diprediksi pada 2025 mampu mencapai US$124 miliar. Untuk itu, regulator perlu mengawasi transaksi digital yang terjadi di Indonesia.
Muhammad Edhie Purnaman, Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia mengungkapkan bahwa harus ada sebuah lembaga keuangan sentral yang memantau transaksi digital di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mengawasi dan mendeteksi potential risk yang bisa muncul, sehingga bisa segera diatasi ketika terjadi masalah.
“Kalau yang saya bayangkan, regulator bisa hadir ditengah seluruh transaksi digital. Regulator harus tahu berapa transaksi digital yang beredar untuk mengatur dan mendeteksi. Jadi, lalu lintas transaksi dan nilainya harus benar-benar bisa dikuasai lembaga keuangan sentral,” ujar Edhie pada diskusi virtual dengan tema ‘Membangun Ekosistem Keuangan Digital’, Selasa, 15 Desember 2020.
Kemudian, ia menilai, dengan mengawasi transaksi digital yang terjadi, pemerintah dapat mencegah dan mengatasi kejahatan-kejahatan siber yang terjadi. Ia berharap regulasi dan supervisi teknologi benar-benar siap pada tahun depan. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dan bisnis-bisnis lokal dari kejahatan siber yang mungkin terjadi pada transaksi digital.
“Kalau mengetahui nilai transaksinya, negara bisa langsung menelusur dan mengatasi kejahatan siber. Kita harus bisa mengendalikan risiko-risiko cyber security ini. Untuk itu, regulasi dan supervisi teknologi harus benar-benar siap pada 2021 nanti agar Indonesia terus menjadi leader di negeri sendiri,” ucapnya.
Di kesempatan yang sama, Triyono Gani, Kepala Dapartemen Group Inovasi Keuangan Digital OJK menyebut, di tengah persaingan bisnis, perbankan bisa terus berinovasi salah satunya melalui sistem pembayaran yang semakin canggih.
“Kira-kira apa sih yang harus dilakukan oleh bank artinya jangan kalah, bahwa inovasi itu tidak hanya ada di start-up dan di fintech tapi ada di perbankan,” kata Triyono.
Menurutnya, beberapa poin penting yang menjadi keunggulan perbankan dalam persaingan bisnis ialah meniliki basis data yang kuat dan besar. Hal tersebut bisa diterapkan untuk mengimplementasikan inovasi produk baru milik perbankan.
“Jadi bank harus mengejar inovasi-inovasi yang ada di lembaga keuangan supaya bisa memanfaatkan teknologi yang sudah ada di depan. Banyak bank belum lakukan itu yang ada kemudian ialah harus dianalisis lagi,” tambah Triyono.
Tak hanya itu, perbankan juga harus mengambil peluang dari adanya pandemi covid-19 dengan menggencarkan penerapan digitalisasi layanan. Terlebih, selama pandemi covid-19 angka transaksi mobile banking mampu tumbuh 54% secara tahunan.