Penulis:
Alumni Manajemen Pendidikan Pascasarjana UNJ.
Dr. Diding S Anwar, FMII
Masyarakat harus dicerahkan apa yang sebenarnya terjadi di AJBB 1912. Kekosongan Kekuasaan, Solusinya tetap harus konstitusional dan Institusional.
AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan asuransi jiwa yang berbadan hukum mutual atau usaha bersama di mana pemegang polis adalah anggota dan mempunyai perwakilan dalam organ perusahaan yang disebut badan perwakilan anggota (BPA).
Pemegang Polis yang punya 2 (dua) posisi kedudukan sekaligus yakni sebagai Nasabah dan sebagai Anggota atau Pemilik Perusahaan. Diketahui sesuai Anggaran Dasar bentuk usaha AJB Bumiputera 1912 , Previlege dari pemegang polis AJBB 1912 yang berbentuk badan hukum mutual, misal antara lain: semua Pempol sebagai anggota memiliki hak memilih dan hak dipilih sebagai anggota BPA, dan mendapatkan Reversionary Bonus (RB) yang merupakan hasil keuntungan perusahaan disetiap tahunnya sebagai konsekuensi dari Badan Usaha Mutual.
Dalam AD AJB Bumiputera 1912 pasal 7 ayat 1, ketentuan Pempol adalah perorangan berkewarganegaran Indonesia maupun badan hukum, lembaga, kelompok, atau perkumpulan yang tunduk pada hukum Indonesia.
Sementara ayat 2 berbunyi “pemegang polis produk syariah dan unit link atau sejenisnya bukan anggota AJB Bumiputera 1912”
Harus tegas dan tuntas lebih dahulu tentang pempol ini. Jangan berkelamin ganda. Sebagai Nasabah yang membeli produk asuransi sekaligus semua pempol otomatis sebagai anggota pemilik perusahaan, tanpa terkecuali. Bila ada pemisahan Pempol yang sebagai Anggota, dan ada sebagai Non Anggota, maka ini berarti bukan Mutual atau usaha bersama.
Lantas mengapa bisa terjadi ada pempol yang dinyatakan sebagai anggota dan ada juga pempol yang non anggota, (silakan dihitung yang pasti berapa jumlah pempol sebenarnya yang dinyatakan non anggota). Jelas contohnya di AD pasal 7 ayat 2 itu harusnya tidak boleh ada pengaturan seperti itu.
Sesuai ketentuan pasal 10 Anggaran Dasar AJB Bumiputera 1912, BPA terdiri atas perwakilan dari 11 daerah di seluruh Indonesia di mana masing-masing anggota BPA mewakili pempol di wilayahnya.
Dalam Anggaran Dasar tersebut pasal 11 ayat 1 berbunyi, pemilihan anggota BPA diselenggarakan oleh panitia pemilihan anggota BPA.
Pasal 11 ayat 2 panitia pemilihan anggota terdiri dari unsur bebas yang tidak mengikuti pemilihan, Direksi, Karyawan AJB Bumiputera dan unsur independen yang diusulkan direksi. Pasal 11 ayat 3 panitia pemilihan BPA disahkan dalam sidang BPA.
Pada saat ini masa tugas peserta RUA/ BPA telah berakhir pada tanggal 26 Desember 2020 sebagaimana ditegaskan oleh dalam surat OJK nomor surat OJK No.S-34/NB.23/2020 tanggal 28 Desember 2020, bahwa masa tugas BPA telah berakhir sejak 26 Desember 2020. Sehingga tidak dapat diselenggarakan sidang BPA untuk mengesahkan panitia pemilihan anggota BPK sesuai pasal 11 ayat 3 Anggaran Dasar.
Bumiputera bersama pemegang polis asosiasi agen Serikat Pekerja telah berupaya untuk membentuk panitia pemilihan anggota BPA dan mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar panitia pemilihan anggota BPK mendapatkan penetapan untuk disahkan namun permohonan tidak dapat diterima dengan pertimbangan an Penetapan tersebut bukan menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Selatan
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 1 september 2021 yang menyatakan tidak menerima permohonan pembentukan panitia pemilihan BPA dikembalikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bukan ditetapkan Pemegang Polis (Pempol).
Tersebar di media atas nama Manajemen AJB Bumiputera 1912 meminta persetujuan pemegang polis terkait susunan panitia pemilihan anggota BPA dengan mendapatkan pengawasan langsung dari pemegang polis AJB Bumiputera yang polisnya masih aktif dan berlaku tertanggal 9 Oktober 2021.
Lantas siapa saja nama-nama yang mewakili Manajemen ? Menurut anggaran dasar BoD dan BoC dalam hal ini Komisaris dan Dirut masing-masing harus 3 orang. Kondisi terkini Anggota BPA yang kosong, jumlah Komisaris Independen hanya 2 orang, dan jumlah Direktur hanya 1 orang.
Referendum yang dilakukan Internal AJBB 1912 apa dasarnya ? Perlu jelas dulu agar tidak terjadi kegaduhan yang lebih meluas, Pempol sangat butuh kepercayaan yang sudah banyak hilang. Semoga tidak masuk kategori pembohonan publik.
Di Aggaran Dasar AJB Bumiputera 1912 tidak terlihat diatur bila Organ Perusahaan Vacuum Of Power. Lantas dalam keadaan tidak normal ini siapa yang berkompeten dan berwenang ?
Pemilihan Anggota BPA merupakan kemutlakan yang harus diselenggarakan, namun jangan sampai menggeser isu utama di AJB Bumiputera 1912 yang menjadi permasalahan yang tidak terus menerus ditunda, yaitu permasalahan likuiditas. Kedua permasalahan yang terjadi tersebut tidak dapat diselesaikan step by step, namun harus secara bersama-sama diperhatikan dan diselesaikan secara cepat apapun itu caranya.
Proses Pemilihan Anggota BPA harus dijalankan sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar dan dikawal dengan baik oleh seluruh Pemangku Kepentingan.
Penyelesaian permasalahan AJB Bumiputera 1912 dalam kondisi buntu dan Vacuum Of Power, satu-satunya hanya menggunakan Penetapan Pengelola Statuter. Namun OJK enggan menggunakan kewenangannya sebagaimana diberikan oleh Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Dalam proses Pemilihan Anggota BPA yang kepanitiaannya memerlukan pengesahan Sidang BPA tidak dapat dilakukan sebagai akibat kosongnya Anggota BPA, seharusnya OJK dapat menggunakan kewenangannya sebagaimana ketentuan dalam UU 21 Tahun 2011 dalam Pasal 9, baik dengan Penetapan maupun Tindakan Lainnya.
Terdapat pula Organ Perusahaan tersebut tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di AJB Bumiputera 1912. Kondisi tersebut telah terang benderang, sudah patut dan layak untuk ditempuh bagi OJK untuk menggunakan kewenangan nya, jangan sampai terdapat kekhawatiran atau resistensi, karena akan terjadi stagnasi dan tidak terjaminnya asas kepastian hukum dalam penegakan aturan hukum.
Dengan memperhatikan kondisi AJB Bumiputera 1912 tersebut serta dengan berdasarkan kerangka acuan aturan yang melandasinya, khususnya Pasal 2 Ayat (4) POJK Nomor 41/POJK.05/2015 bahwa Kepala Eksekutif IKNB yang mempunyai peranan dan mekanisme untuk membuat usulan kepada Dewan Komisioner OJK, tidak lagi menunda-nunda penggunaan kewenangannya, Penetapan Pengelola Statuter merupakan langkah yang tepat dan akurat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
OJK mempunyai wewenang menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan serta melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola statuter sesuai ketentuan POJK No. 41/POJK.05/2015 Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan.
POJK ini diterbitkan sendiri oleh OJK dan yang melaksanakannya juga nggak ada yang lain selain OJK. Sebenarnya bagus untuk solusi bila di Indusrti jasa keuangan ada perusahaan yang perlu pertolongan emergency.
Penetapan Pengelola Statuter saat ini berbeda kondisi dan latar belakangnya dengan Penetapan Pengelola Statuter sebelumnya terhadap AJB Bumiputera 1912. Penerapan Pengelola Statuter saat ini bersifat mendesak. Jangan sampai suatu saat OJK dipersalahkan karena membiarkan kondisi AJB Bumiputera 1912 terus terjadi sedangkan alat untuk menanggulanginya tersedia dalam Undang-undang.
Dan seiring waktu terus berjalan, dengan penyelesaian berlarut-larut tersebut Pempol, pekerja, agen, dan masyarakat luas disajikan tontotan ketoprak yang tidak lucu dengan gugatan-gugatan hukum antara Ketua BPA dengan OJK, apalagi praktek-praktek Abuse of Power serta ugal-ugalan di internal AJB Bumiputera 1912 terjadi terus dari waktu ke waktu yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit.
Jadi OJK harus tegas dan tidak boleh kehilangan taring menggunakan kewenangannya dengan menetapkan Pengelola Satuter guna menyelamatkan kepentingan Pempol dan sektor Jasa Keuangan yang dapat mengancam ketidakpercayaan masyarakat terhadap asuransi, dan hal tersebut sudah merupakan pembiaran karena memakan waktu penanganan yang cukup lama.
Jaga marwah OJK dengan melaksanakan amanah Undang-undang dalam konteks AJB Bumiputera 1912 pembenahan dengan penetapan Pengelola Statuter. Bila sesuai aturan solusinya adalah membentuk PS lebih dulu. Berikutnya baru bertahap dilengkapi organ Badan Perwakilan Anggota (BPA), Dewan Komisaris, dan Direksi sesuai mekanisme Anggaran Dasar (AD).