Jakarta – Negeri Ginseng, Korea Selatan (Korsel), sedang menghadapi krisis populasi akibat banyak masyarakatnya yang ogah menikah dan punya anak. Diungkap oleh laporan terbaru dari sebuah lembaga penelitian pemerintah, salah satu penyebab utama ogahnya penduduk Korsel untuk menikah dan punya anak adalah biaya rumah tangga.
Berdasarkan laporan Korea Herald, para peneliti dari Korea Research Institute for Human Settlements menganalisa pola angka kelahiran di negara tersebut, dan menemukan bahwa penurunan angka kelahiran sangat besar terjadi selama lonjakan biaya perumahan. Para peneliti juga mengungkapkan, angka kelahiran cenderung tak banyak berubah ketika harga rumah stabil.
Melalui studi ini, para peneliti menemukan korelasi antara tingkat kesuburan total (jumlah anak yang diperkirakan akan dilahirkan oleh seorang wanita hingga akhir masa suburnya) sejalan dengan tingkat kesuburan spesifik usia yang berlaku, pada tahun tertentu dan faktor-faktor yang diduga memengaruhi keluarga berencana. Hal ini mencakup berbagai angka dari tahun sebelumnya, termasuk harga rumah, harga sewa, biaya pendidikan swasta, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran.
Biaya tempat tinggal, seperti biaya membeli atau menyewa rumah adalah faktor terbesar yang memengaruhi pasangan suami istri untuk memiliki anak pertama, kedua, atau ketiga, sekalipun dampaknya sedikit berbeda.
Lebih rinci lagi, para peneliti menemukan bahwa kenaikan harga rumah sebesar 1% pada tahun tertentu menyebabkan penurunan tingkat kesuburan total sebesar 0,00203, dan kenaikan harga sewa sebesar 1% menyebabkan penurunan sebesar 0,00247.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa 30,4% keputusan pasangan menikah untuk memiliki anak pertama disebabkan oleh biaya tempat tinggal.
Jumlah murid baru SD anjlok drastis
Laporan sebelumnya turut menjelaskan jika jumlah siswa baru di Sekolah Dasar (SD) diperkirakan akan turun hingga di bawah 400.000 siswa pada 2024 untuk pertama kalinya. Angka ini memberikan gambaran suram mengenai rendahnya angka kelahiran di Negeri Ginseng.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kementerian Dalam Negeri, jumlah anak yang masuk SD tahun ini berjumlah 413.056 anak per 20 Desember. Pemerintah menghitung jumlah tersebut berdasarkan sensus yang dilakukan oleh pusat komunitas setempat hingga bulan Oktober.
Di Seoul, jumlah anak yang masuk SD tahun ini berjumlah 59.492 orang, turun 10,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlahnya menurun tajam dari 78.118 anak pada tahun 2019 menjadi 66.324 anak pada tahun 2023.
Jumlah siswa baru SD diperkirakan akan terus anjlok secara drastis pada tahun-tahun mendatang karena jumlah bayi baru lahir juga menurun secara drastis.
Penulis: Steven Widjaja