Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana membangun tanggul pantai dan tanggul laut raksasa di kawasan utara Jawa, mulai dari wilayah timur hingga barat. Tanggul raksasa yang dinamakan Giant Sea Wall itu membutuhkan pembiayaan Rp164,1 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebutuhan pembiayaan tanggul raksasa itu akan dipenuhi dengan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Namun detailnya akan dibahas dalam seminar terkait Giant Sea Wall yang digelar hari ini.
Seminar itu bertajuk Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai Dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Rabu, 10 Januari 2023. Acara itu menghadirkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai pemberi pidato kunci dan inisiator.
“Sehingga dengan diluncurkan hari ini oleh Pak Menhan, mungkin ini menjadi sistem terintegrasi dari barat sampai ke timur. Kemudian, tentu proyek ini sangat diperlukan, dan detail pendanaan kita bahas hari ini,” ucap Airlangga saat membuka acara tersebut.
Pembangunan tanggul raksasa itu menurutnya sangat penting karena Kawasan Pantura Jawa menyumbang sekitar 20,7% produk domestik bruto (PDB) Indonesia melalui kegiatan industri, perikanan, transportasi, dan pariwisata.
Di samping itu, wilayah Pantura Jawa juga merupakan tempat tinggal penduduk yang cukup padat, dengan estimasi jumlah penduduk lebih dari 50 juta jiwa.
Di tengah kondisi padat penduduk dan aktivitas ekonomi yang kuat, kawasan pantura Jawa menghadapi ancaman penurunan permukaan tanah atau Land Subsidence bervariasi antara 1 sampai 25 cm/tahun, ditambah ada pula ancaman yang juga menanti yakni kenaikan permukaan air laut sebesar 1 sampai 15 cm/tahun di beberapa lokasi serta fenomena banjir Rob.
“Pak Menhan mengatakan bahwa jumlah penduduk di Pantura itu 50 juta jadi yang terdampak itu 50 juta orang. Tentu tidak hanya membahayakan kelangsungan ekonomi dan infrastruktur, tetapi masyarakat,” lanjut Airlangga.
Kawasan Pantura Jawa juga menurutnya berisikan 70 Kawasan Industri, 5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), 28 Kawasan Peruntukan Industri, 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, dan wilayah perekonomian lainnya yang akan terdampak apabila penanganan permasalahan degradasi di Pantura Jawa tidak segera ditangani dengan baik.
Lebih lanjut, Airlangga menerangkan jika estimasi kerugian ekonomi secara langsung akibat banjir tahunan khusus di pesisir Jakarta telah mencapai Rp2,1 triliun per tahun dan dapat meningkat terus setiap tahunnya hingga mencapai Rp10 triliun per tahun dalam 10 tahun ke depannya. Oleh karenanya, ia menegaskan pentingnya proyek Giant Sea Wall.
“Banyak proyek yang bisa kita kembangkan dari sini. Dengan seminar ini mudah-mudahan bisa di-kick off Pak Menhan supaya ini skalanya bisa kita perbesar, dan lebih masif lagi, dan ini program yang sifatnya transformatif,” ujar Airlangga.
Dalam membangun Giant Sea Wall, Airlangga menuturkan, Kementerian PUPR telah mengadakan kajian proyeknya yang akan dilakukan melalui 3 fase.
Fase A ialah pembangunan Tanggul Pantai dan Sungai, serta pembangunan sistem pompa dan polder di wilayah Pesisir Utara Jakarta. Untuk Fase A saat ini sedang dikerjakan oleh Pemerintah melalui Kementerian PUPR bersama-sama dengan Daerah dengan anggaran Rp16,1 triliun yang berasal dari Kementerian PUPR Rp 10,3 triliun dan Pemprov DKI Jakarta Rp5,8 triliun.
Lalu, Fase B melalui pembangunan Tanggul Laut dengan konsep terbuka (open dike) pada sisi sebelah Barat Pesisir Utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2030 dengan asumsi penurunan tanah/land subsidence tidak dapat dihentikan. Total anggarannya ialah Rp148 triliun.
Fase ketiga atau yang terakhir, yakni Fase C dilakukan dengan Pembangunan Tanggul Laut pada sisi sebelah Timur Pesisir Utara Jakarta yang harus dikerjakan sebelum tahun 2040.
Apabila laju penurunan tanah/land subsidence tetap terjadi setelah tahun 2040, maka konsep Tanggul Laut Terbuka akan dimodifikasi menjadi Tanggul Laut Tertutup. Untuk fase ini belum ada proyeksi kebutuhan anggaran.
Penulis: Steven Widjaja