Rivan Achmad Purwantono sedang menjabat sebagai Direktur Konsumer, Bank Bukopin, yang Februari lalu berganti nama menjadi Bank KB Bukopin, ketika dia mendapat mandat untuk mengisi posisi Direktur Keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada 8 Mei 2020. Rivan, langsung berangkat dengan penuh semangat. Bahkan, saat hari pertamanya bekerja di perusahaan kereta api milik negara yang berdiri sejak 1864 silam itu, ia sudah mengenakan seragam resminya yang berwarna putih tulang.
Tapi, tiba-tiba, tepat satu minggu setelah hijrah, Rivan mendengar kabar mengejutkan. Bank Bukopin tertimpa cross clearing (kliring silang) dari Bank Indonesia (BI). “Aduh! Kaget saya. Kok bisa? Ternyata, terjadi penarikan besar dalam waktu tiga hari berturut-turut. Saya ikut menghitung cash flow (Bank Bukopin) hari itu. Parah sekali. Bank Bukopin bisa close,” ungkap Rivan, kepada tim Infobank, di Kantor Pusat Bank KB Bukopin, Jakarta, medio Januari lalu.
Tentunya, hal itu mustahil terjadi. Karena, jika Bank KB Bukopin tutup, diperkirakan hampir 30 bank lainnya akan terdampak. Supaya prediksi buruk itu tak jadi nyata, semua pihak pun turut serta membantu, mulai dari pemerintah, regulator, dan sederet nama-nama besar di industri lembaga keuangan dan perbankan.
Misi penyelamatan Bank KB Bukopin pun dimulai. Rivan diberi tugas khusus oleh Erick Tohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk membantu Bank KB Bukopin. Namun di saat bersamaan, KAI sedang butuh “tangan dingin” Rivan.
“Waktu new normal, KAI buka empat rangkaian kereta dari Semarang ke Surabaya. Tapi, total penumpangnya 62 orang. Artinya, satu rangkaian kereta itu hanya berisi 11 orang. Itu drastis sekali. Jadi, hampir setiap pagi sampai malam, saya mengatur cash flow Bank Bukopin dan KAI. Itu tantangan. Saya harus mengemban dua tugas sekaligus,” ungkapnya.
Puncaknya, dua bulan setelah pandemi berjalan, Direktur Utama (Dirut) Bank KB Bukopin, Eko R. Gindo, yang menjabat saat itu mengundurkan diri. Situasi di Bank KB Bukopin yang sedang dalam kondisi gawat, kian mengkhawatirkan, ada kekosongan kepemimpinan.
Tepat satu minggu setelah hijrah ke KAI, Rivan mendengar kabar mengejutkan. Bank Bukopin tertimpa cross clearing (kliring silang) dari Bank Indonesia (BI). “Aduh! Kaget saya. Kok bisa? Ternyata, terjadi penarikan besar dalam waktu tiga hari berturut-turut. Saya ikut menghitung cash flow (Bank Bukopin) hari itu. Parah sekali. Bank Bukopin bisa close,”
Sampai akhirnya, pemerintah yang masih memiliki 8,91% saham di Bank KB Bukopin pada Mei 2020, melalui Erick Tohir mengembalikan Rivan dari KAI ke Bank KB Bukopin untuk menyelamatkan bank ini. Erick menghubungi Rivan dan berkata, “Atas nama dan mewakili pemerintah, saya menunjuk Anda sebagai Direktur Utama Bank Bukopin” kata Rivan, menirukan ucapan Menteri BUMN kala itu.
Mendapat amanat seperti itu, Rivan yang masih bertugas di KAI pun bertanya, “Ini penugasan pak?”. “Ya, penugasan” jawab Erick. “Lalu, KAI bagaimana, Pak?” “Tidak usah dipikirkan. Anda fokus di Bank Bukopin, karena Bank Bukopin sangat butuh dijaga, jangan sampai ditutup dan jangan sampai gagal”. Mendengar alasan Erick, Rivan merasa penunjukannya ini layaknya tugas negara.
Maka, Rivan resmi menduduki jabatan sebagai Dirut Bank KB Bukopin melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 18 Juni 2020. Yang jadi pertanyaan, mengapa seorang Rivan, yang dulunya bercita-cita ingin menjadi pilot pesawat tempur, dan menolak kerja di bank mengikuti jejak sang ayah yang seorang bankir Bank Negara Indonesia (BNI), kini duduk di kursi tertinggi Bank KB Bukopin?
Itu karena, Rivan telah memiliki pengalaman panjang di Bank KB Bukopin selama kurang lebih 15 tahun dan pernah merasakan berbagai posisi di bank ini. Rivan paham segala bidang, dan sudah tahu hulu dan hilir Bank KB Bukopin, sehingga secara tak langsung menjadi modal Rivan menjalankan roda kepemimpinan.
Selain itu, sebagai wong Jowo, Rivan memegang teguh falsafah atau filosofi Jawa ajaran orang tuanya, yaitu filosofi srawung yang artinya berinteraksi, laden atau service, dan sembodo yang maknanya ucapan dan perbuatannya sama. Ketiga filosofi ini selalu dipegangnya dalam berkarier. Karena filosofi ini pula Rivan terbentuk menjadi sosok yang komunikatif dan dipercaya banyak orang.
“Yang paling sulit adalah sembodo, bagaimana perbuatan kita sama dengan apa yang kita ucapkan. Dan bagaimana kita mampu mencapai hal itu,” kata pria kelahiran Kudus, 26 September 1966 ini.
Ketiga filosofi Jawa ini amat melekat pada diri Rivan, serta berpengaruh terhadap kehidupan dan kesehariannya. Semisal, hingga saat ini Rivan kerap mudik ke rumahnya – juga menjadi kampung halaman istrinya, yang berada di Salatiga, Jawa Tengah. Kebiasaannya sering mudik dimanfaatkan untuk berkumpul bersama saudara dan teman-temannya. Hal ini pun sesuai dengan arti lain srawung, yakni menjaga silaturahmi.
Rivan masih membawa kearifan lokal dalam tata nilai kehidupannya. Budaya dan adat istiadat tanah kelahirannya telah terpatri dalam diri Rivan sejak kecil. Itulah yang membuat anak pertama dari empat bersaudara ini tak bisa lepas dari adat istiadat Jawa.
Ini pun terpancar dari rumahnya di Salatiga yang merupakan bangunan khas Jawa, yakni rumah Joglo Gebyok Kudus dilengkapi furniture ukiran dari kayu jati. Rumahnya yang sangat asri ini menggambarkan keterbukaan dan melindungi. Bisa dianalogikan dalam kepemimpinan, di mana seorang pemimpin harus melindungi dan terbuka. Gaya kepemimpinan ini yang diadaptasi Rivan sebagai seorang leader.
Uniknya, setiap mudik, Rivan lebih sering mengendarai mobil sendiri, tanpa supir atau asisten. Hal ini ini tak lepas dari kesukaannya sejak muda, yakni “motoran”. Dari kegemarannya itu, Rivan kini mengoleksi sejumlah sepeda motor lawas alias jadul, seperti tiga unit motor Vespa dan tujuh unit motor Suzuki Win versi lama yang dulu identik dikendarai oleh para mantri dan pegawai negeri. “Saya tidak pernah melewati satu minggu tanpa naik motor,” pungkas pungkas pria yang pernah menjadi pembalap motor cross (corsser) di tanah kelahirannya ini. (Ayu Utami)