Jakarta – NFT atau Non-Fungible Token adalah salah satu inovasi teknologi yang tengah menjadi isu hangat dewasa ini. NFT adalah sebuah teknologi berbasis sistem blockchain untuk sertifikasi aset digital dalam bentuk token yang dapat diperjualbelikan secara terbuka ke seluruh dunia.
NFT bisa menjadi wadah baru untuk berkarya secara serius di bidang seni digital. Jika seorang kreator mampu memberikan sebuah produk yang unik dan original, NFT-nya bisa terjual dengan harga yang fantastis. NFT disebut sebagai aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti lukisan, seni musik, item game, video singkat, serta properti lainnya.
Aset digital tersebut dibeli dan dijual secara online, biasanya akan dibayar dengan menggunakan cryptocurrency, yang telah dikodekan menggunakan aset crypto lainnya. Sejak 2014, NFT sekarang terkenal karena dianggap cara praktis untuk membeli grafik digital.
Nah, teknologi NFT ini ternyata juga dapat diterapkan di industri perbankan, sebagaimana dijelaskan oleh Associate Professor Data Science Monash University, Arif Perdana. Arif terangkan bahwa transaksi keuangan atau pembelian dapat dihubungkan dengan blockchain melalui teknologi NFT.
“Jadi, bank itu sebenarnya bisa membuat pelayanan baru, misalnya NFT collateral. Misalnya, ada orang beli NFT di platform lainnya, nah bank bisa menerima NFT sebagai collateral ketika nasabah itu ingin meminjam sejumlah dana,” ujar Arif pada sebuah webinar, belum lama ini.
Kemudian, ia katakan, karena bank menerima NFT sebagai collateral, jika nasabah mengalami gagal bayar, NFT tersebut dapat dijual kembali oleh pihak perbankan.
“Bisa jadi NFT marketplace di situ, ada layanan aset-aset fisik seperti safe deposito atau penyimpanan sertifikat-sertifikat barang-barang berharga lainnya. Mengingat, NFT ini juga adalah barang berharga tapi bentuknya digital,” imbuhnya.
Ia jelaskan lebih lanjut, alih-alih nasabah menyimpan sertifikat digitalnya di komputer mereka, perbankan bisa membuat layanan baru untuk menyimpan NFT-NFT nasabah pada sebuah platform tertentu dengan tingkat keamanan lebih tinggi.
“Nah, ini bagaimana metaverse itu bisa diterapkan di perbankan, mulai dari virtual banking-nya, lalu untuk melakukan aplikasi pinjaman, bukan hanya menerima collateral berupa aset fisik, tapi juga aset digital. Ketika nasabah gagal bayar, aset digital itu bisa dijual kembali dan aset digital itu juga bisa disimpan di perbankan,” pungkasnya.
Penulis: Steven Widjaja