Jakarta – Progres serapan keuangan Direktorat Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2022 menunjukkan hasil realisasi sebesar 45,65% per 30 Agustus 2022. Persentase ini didapat berdasarkan data e-monitoring, jika disandingkan dengan rencana keuangan terdapat deviasi yang positif sebesar 0,43%.
“Angka ini juga lebih tinggi dari progres keuangan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) sebesar 42,94% dan capaian progres fisik saat ini 48,89%,” kata Diana Kusumawati, Ketua Dirjen Cipta Karya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Eselon I Kementerian PUPR, Rabu, 31 Agustus 2022.
Untuk diketahui, Dirjen Cipta Karya pada APBN 2022 (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) menerima alokasi dana sebesar Rp25,03 triliun dan telah terealisasi per Agustus 2022 sebesar 45,65%, yang digunakan untuk pembangunan dan peningkatan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum), penataan pemukiman kumuh perkotaan, rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah atau madrasah, dan pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat.
Baca juga: RDP dengan DPR, BPKP sampaikan Penurunan Anggaran Belanja Pegawai tahun 2021
Dalam perjalanannya, alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Dirjen Cipta Karya di tahun 2022 telah mencatatkan dana sebesar Rp12,51 triliun yang terdiri dari Rupiah Murni sebesar Rp10,07 triliun dan PHLN (Pinjaman Hibah Luar Negeri) sebesar Rp2,44 triliun.
“Terdapat juga tambahan Rupiah Murni Rp3,52 triliun dan juga pinjaman hibah luar negeri sebesar Rp0,54 triliun sehingga, Pagu DIPA Direktorat Jenderal Cipta Karya saat ini sebesar Rp16,57 triliun, ini terdiri dari Rupiah Murni Rp13,59 triliun dan program Dana Hibah Luar Negeri Rp2,98 triliun,” jelas Diana.
Dia menambahkan, adanya tambahan Pagu terhadap DIPA Dirjen Cipta Kerja di awal tahun 2022 diakibatkan masuknya tambahan anggaran untuk mendukung presidensi G20 dan acara internasional yang sesuai dengan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 116 Tahun 2021, yaitu berupa Rupiah Murni sebesar Rp1.135,51 miliar dan PHLN sebesar Rp542,03 miliar.
“Dan juga ada tambahan Rp32,321 miliar untuk penanganan pasca bencana di Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui BUN (Bendahara Umum Negara) serta, nanti ada tambahan lagi setelah audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk Nusa Tenggara Timur (NTT) juga pasca bencana Semeru di Lumajang,” pungkasnya. (Fatin)