Ini Kinerja 3 BUMN Karya yang Berisiko Dikasih Kredit

(Foto: Net)

Jakarta – Kasus penghentian pembiayaan kepada karyawan di tiga perusahaan BUMN Karya oleh Bank Mandiri beserta anak usahanya menambah berita negatif terkait BUMN Karya. Rasio utang yang besar hingga ketidakmampuan salah satu BUMN Karya untuk melunasi pembayaran obligasi yang sudah jatuh tempo menjadi topik negatif yang hangat dibicarakan sebelumnya.

Keputusan Bank Mandiri untuk menghentikan penyaluran kredit kepada karyawan di tiga BUMN Karya, yakni PT Wijaya Karya, PT Amarta Karya, dan PT Waskita Karya, bisa dibilang sebagai keputusan yang tepat, mengingat lembaga keuangan seperti perbankan perlu bertanggung jawab atas dana kelolaan masyarakat dalam menyalurkan kredit.

Prudential principle dalam menyalurkan kredit, yang terdiri atas Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral atau 5C tentunya perlu juga diperhatikan oleh debitur saat pengajuan kredit ke lembaga perbankan.

Dihimpun dari laporan keuangan terbarunya, sebagian besar BUMN Karya memang masih mengalami kesulitan cash flow, bahkan sampai gagal membayarkan kewajibannya. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) misalnya, yang pada kuartal I 2023 mencatatkan rugi bersih Rp526,53 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dari kuartal I 2022, yang mana korporasi masih mencatatkan laba bersih Rp9,5 miliar.

Hal ini tentunya bukan tanpa sebab. Beban pokok pendapatan Wijaya Karya pada kuartal I 2023 membengkak jadi Rp4,02 triliun dari Rp2,8 triliun. Laba bruto Wijaya Karya pun turun dari Rp358,12 miliar di kuartal I 2022 ke Rp323,11 miliar di kuartal I 2023.

Di samping itu, beban usaha juga meningkat menjadi Rp236,81 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp78,82 miliar. Laba usaha Wijaya Karya di kuartal I 2023 pun turun ke Rp86,3 miliar dari Rp279,3 miliar pada kuartal I 2022. Sementara itu, jumlah beban lain-lain di kuartal I 2023 meningkat menjadi Rp604,99 miliar dibandingkan kuartal I tahun lalu yang senilai Rp262,46 miliar.

Sedangkan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) yang dirutnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terkait penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari sejumlah bank belum lama ini, mencatatkan peningkatan rugi bersih hingga 73% sebesar Rp1,90 triliun pada 2022, dibandingkan Rp1,10 triliun di tahun sebelumnya.

Sedangkan pendapatan perusahaan, tercatat naik 25% ke Rp15,30 triliun di 2022 dari Rp12,22 triliun pada 2021. Sama seperti Wijaya Karya, beban biaya menjadi pemicu melonjaknya nilai rugi bersih tersebut.

Beban pokok pendapatan Waskita contohnya, yang melonjak 35% atau lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan ke Rp13,85 triliun. Secara proporsi, beban pokok pendapatan Waskita di tahun 2022 sebesar 90,53% pendapatan dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 84,47% pendapatan.

Lalu, ada pula beban umum dan administrasi perusahaan yang melonjak 18,58% ke Rp2,41 triliun dari setahun sebelumnya yang sebesar Rp2,03 triliun. Kontribusi terbesar terhadap beban tersebut adalah gaji pegawai yang naik 3,59% menjadi Rp664 miliar.

Sementara itu, Amarta Karya (AMKA) sendiri belum lagi merilis laporan keuangan terbarunya sejak 2021 lalu. Seperti diketahui, Amarta Karya juga tak lepas dari pusaran kasus korupsi. Pada Mei lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama dan Direktur Keuangan Amarta Karya, Catur Prabowo dan Trisna Sutisna, sebagai tersangka untuk kasus korupsi subkontraktor fiktif peiode tahun 2018 sampai 2020. KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan perusahaan dengan kode saham AMKA ini yang disubkontraktorkan secara fiktif, dengan kerugian negara ditaksir sebesar Rp46 miliar.

 

Penulis: Steven Widjaja

Recommended For You

About the Author: Ari Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *