Jakarta – Pengalaman investasi yang ideal seharusnya meliputi akses mudah ke beragam portofolio aset dan kesempatan untuk memitigasi risiko keuangan. Berkaca pada kenaikan angka investor pasar modal Indonesia yang mencapai angka 10 juta, lika-liku perjalanan investasi ternyata tidak menyurutkan minat investor ritel di Indonesia dalam jangka waktu panjang. Pada acara Fintech Talk berjudul Inovasi Aplikasi Multi-Aset dalam Mendukung Perkembangan Investor Ritel di Indonesia, Senin (28/11) yang diselenggarakan oleh AFTECH, para regulator dan pelaku bisnis berdiskusi tentang bagaimana memanfaatkan tren positif perkembangan investor ritel bisa dalam momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Dari segi perkembangan sektor fiskal, Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI menyebutkan bahwa 2023 merupakan fase konsolidasi fiskal dan investor ritel menjadi potensi untuk mendorong sektor keuangan lebih inklusif. “Di tahun 2023, pertumbuhan ekonomi global dinilai akan cenderung menurun. Namun, Indonesia dipercaya akan menjadi engine growth dengan estimasi tingkat pertumbuhan sampai 5% dan mendorong pemulihan ekonomi lewat konsolidasi fiskal. Optimisme ini tentunya tidak terlepas dari semakin berkualitasnya jenis investasi yang dilakukan investor ritel, didorong oleh literasi keuangan yang memadai. Tingginya angka investor ritel juga bisa diterjemahkan sebagai dukungan bagi sektor industri untuk menciptakan bisnis yang bukan hanya menghasilkan profit, tetapi juga berkelanjutan dan berdaya saing.”
Claudia Kolonas, Co-Founder Pluang menekankan bahwa antusiasme investor ritel perlu dibarengi oleh kesadaran melek risiko finansial yang tinggi, “Di platform multi-aset seperti Pluang, kami bangga melihat antusiasme para investor ritel yang dapat mendiversifikasi asetnya dalam satu platform sekaligus sesuai resiko instrumen investasinya. Ketertarikan masyarakat Indonesia untuk investasi pada produk beresiko tinggi, sebetulnya tidak masalah jika pengguna melakukan diversifikasi portofolio. Yang penting dipahami oleh para investor yang memilih investasi pada produk beresiko tinggi, adalah untuk melakukan diversifikasi dengan mengalokasikan sebagian portofolionya ke kelas aset lain yang relatif lebih stabil – contohnya emas atau reksa dana.”
Baca juga: Penyebab Keuangan Digital Rawan Kejahatan Siber
Kesuksesan jangka panjang industri bergantung pada cara membangun bisnis yang berkelanjutan. Dengan optimisme di momentum pemulihan ekonomi ini, Pluang yakin bahwa akses ke produk investasi bukan hanya menjadi faktor terpenting dalam menghasilkan kekayaan di era transformasi digital, tapi juga menjadi cara mendorong perekonomian nasional.
Dari sisi regulator lainnya, penting juga untuk memiliki langkah proaktif untuk bersinergi dalam melindungi investor ritel, “Kami turut bangga bahwa pemodal ritel sudah memiliki akses luas dan keberanian untuk berinvestasi. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi oleh pengetahuan finansial yang membuat mereka menjadi rentan dari segi keamanan digital maupun keuangan. Hal ini menjadi pekerjaan bersama bagi instansi pemerintah terkait dan pelaku industri untuk memastikan praktik investasi yang berkualitas lewat sinergi dan kerja sama dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum di sektor ini.” jelas Ona Retnesti Swaminingrum, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A.
Aldi Haryopratomo selaku Wakil Ketua Umum II AFTECH juga menyampaikan harapannya terhadap diskusi mengenai investor ritel ini, “Data KSEI menunjukan bahwa mayoritas investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun. Penting bagi para regulator, pelaku bisnis dan asosiasi seperti AFTECH untuk mendidik dan mengayomi generasi muda agar mereka lebih sadar akan manfaat dan resiko dari berinvestasi. Kami harap diskusi ini menjadi masukan bagaimana cara mengoptimalkan edukasi finansial, yang nantinya akan kami sampaikan kepada para regulator maupun pelaku industri di akhir rangkaian Bulan Fintech Nasional.” ujar Aldi