Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didorong untuk melakukan audit khusus atau melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, terkait kasus Jiwasraya yang mempengaruhi nasib dana nasabah WanaArtha Life. Dengan langkah ini, diharapkan dana nasabah bisa dipisahkan dengan dana lain dalam rekening efek Wanaartha yang benar-benar terkait kasus.
“Ada baiknya audit ya terhadap hal itu. Ini untuk melihat mana dana nasabah, mana yang bukan. Bagaimanapun nasabah harus dilindungi. Mungkin mereka mempunyai kebutuhan mendesak yang bergantung kepada dana tadi,” ujar Pengamat Hukum Ekonomi Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Faiz Aziz, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis, 19 November 2020.
Menurutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa saja meminta kepada BPK untuk mengaudit khusus kasus ini, agar dana nasabah bisa diselamatkan dan industri keuangan punya reputasi yang bagus.
Meski BPK sendiri sudah melakukan pemeriksaan investigasi maupun Penghitungan Kerugian Negara (PKN) terhadap kasus Jiwasraya, audit khusus untuk memastikan dana yang terlibat kasus dengan dana nasabah memang masih dimungkinkan. Seperti diatur dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004, Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
“Sebagai otoritas keuangan di Indonesia dan bentuk upaya melindungi konsumen, sebaiknya OJK bersama dengan Self-Regulatory Organization di pasar modal, juga berkomunikasi dengan Kejagung terkait hal pemisahan rekening efek ini,” ucap Faiz.
Hanya saja, kabar yang mengemuka justru memperlihatkan koordinasi internal di OJK sendiri, antara Pengawas Pasar Modal dengan Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) tidak terjalin dengan baik. Dalam kasus WanaArtha Life ini, Pengawas IKNB OJK, terkesan tidak tahu menahu ketika rekening Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha dibekukan Pengawas Pasar Modal OJK.
“Perlu ada peningkatan intensitas pengawasan khususnya yang terkait onsite supervision dan meninjau atau evaluasi metode atau cara pengawasan yang selama ini sudah dijalankan OJK,” tegas Faiz.
Dihubungi terpisah, Pengamat Asuransi Azuarini Diah pun menuturkan, seperti pada sebuah perusahaan, negara merupakan salah satu perusahaan yang sangat besar yang tentu saja menghasilkan banyak transaksi yang membutuhkan sebuah auditor khusus. “Semua transaksi tersebut tentu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Disinilah BPK berperan untuk memeriksa kegiatan tersebut,” paparnya.
Terkait dengan pemisahan antara dana yang dicurigai terkait kejahatan pidana dengan dana nasabah WanaArtha Life, ia sepakat untuk secepatnya dilakukan. Hal ini penting agar tak makin membuat masyarakat dirugikan akibat dana investasinya tersandera. “Belum lagi kepercayaan masyarakat yang menurun terhadap produk produk asuransi sejenis,” jelasnya.
Walaupun tujuan penyitaan dan pembekuan rekening yang dilakukan Kejagung adalah untuk mengamankan pengembalian kerugian negara akibat kasus Jiwasraya, namun kata dia, bukan berarti semua dana dalam rekening, di luar jumlah kerugian negara juga ikut dibekukan. Seharusnya tak semua orang harus jadi korban dan dilibatkan dengan kasus yang terjadi, hanya karena membeli saham yang kebetulan sama dengan yang dimiliki Jiwasraya,” jelasnya.
Seperti diketahui, 13 SRE dan 42 IFUA (Investor Fund Unit Account) WanaArtha mulai diblokir Kustodian Sentra Efek (KSEI) per 21 Januari 2020, atas instruksi OJK yang diminta oleh Kejagung. Jika dihitung, nilai efek yang diblokir KSEI waktu itu sekitar Rp3 triliun. Terdiri dari nilai aset investasi WanaArtha di saham sebesar Rp1,44 triliun dan di reksadana sebesar Rp1,54 triliun. Sumber lain menyebutkan, dana di rekening WanaArtha yang dibekukan mencapai Rp4,1 triliun.
Karena pemblokiran ini, WanaArtha pun kesulitan membayar manfaat klaim pemegang polis. Kemudian mulai gagar bayar pada bulan-bulan berikutnya. Pemegang polis WanaArtha sendiri tercatat sebanyak 26 ribu polis, terdiri dari produk dwiguna dan unit link.
Sebelumnya, dalam konferensi pers virtual, OJK mengaku belum bisa memberikan informasi lanjutan terkait dengan nasib nasabah atau pemegang WanaArtha Life. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi beralasan, saat ini pembahasan terkait suntikan modal dan proses hukum masih berjalan. Menurutnya, sejauh ini OJK sudah melakukan beberapa kali diskusi dengan pemegang saham dan manajemen perusahaan asuransi jiwa tersebut.
Namun demikian, lanjut dia, pemegang saham belum bisa memberikan respons terkait dengan penambahan modal perusahaan. “Wanaartha sudah beberapa kali diskusi, pemegang saham belum bisa kasih respons gimana tambahkan modal, proses hukum masih berlaku kita masih amati (proses) sedang berjalan,” tuturnya.
Sekalipun hal ini dinilai dapat berdampak pada industri secara keseluruhan, namun OJK mengaku tetap harus menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan.