Perbankan Indonesia harus pergi ke arah open Banking dengan berbasis open API (application programming interface) untuk mengaklerasi kebutuhan digital banking di indonesia.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Executive Vice President Digital Center of Excellence BRI Kaspar Situmorang dalam webminar Inovasi layanan keuangan saat new normal – Bank Tradisional VS Challenger Bank yang diselenggarakan oleh LPPI Senin, 15 Juni 2020.
“BRI terus berinovasi dengan menjadi bank yang go smaller, go shorter dan go swifter. Sehingga BRI dapat melayani masyarakat sebanyak mungkin dengan biaya seefisien mungkin,” kata Kaspar.
Untuk mencapai hal tersebut Kaspar mengatakan BRI telah membangun fondasi digital first dan ecosystem first. BRI telah mengembangkan bentuk layanan digital untuk masyarakat seperti BRI mobile, BRI Spot, dan layanan Chatbot Sabrina. Di 2019 bank BRI dan anak usahanya menciptakan digital lending berupa Pinang dan Ceria.
Selain itu, bukti nyata inovasi yang telah BRI lakukan diantaranya di sisi microfinance. Melalui digitalisasi BRI berhasil mempersingkat waktu layanan loan delivery. “Loan service delivery yang sebelumnya membutuhkan waktu dua minggu di 2019 kita berhasil mempersingkat waktunya menjadi hanya dua menit, ujar Kaspar.
Di sisi lain, BRI juga melakukan eksplorasi untuk masuk ke ekosistem digital dan juga ke new propotition digital lending berbasis AI (artificial intellegent) dan big data. Menurutnya, BRI telah mengaklerasi Open API untuk bisa berintegrasi dengan berbagai macam ekosistem yang ada di Indonenesia. Melalui integrasi ini, maka BRI dapat melakukan interkoneksikan layanan perbankan yang dimiliki oleh BRI dengan penyedia layanan lainnya di seluruh Indonesia.
“Kita juga bekerja sama dengan layanan fintech untuk mengaklerasi pertumbuhan pemberian lending di industri kreatif. Sejak 2018 kita sudah bekerja sama dengan investree dengan pinjaman lebih Rp500 miliar dan belum ada NPL,” ujar Kaspar. (Dikcy F Maulana).