Jakarta – Ekonomi global diprediksi bakal membaik di akhir tahun ini. Membaiknya kinerja ekonomi global tersebut dikatakan dapat menjadi peluang bagi rezim pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mendongkrak kinerja ekonomi Indonesia lebih baik lagi ke depannya.
Hal ini dijelaskan oleh Ekonom dan Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad. Menurutnya, sejumlah indikator penting, mulai dari tingkat inflasi, pertumbuhan tingkat PDB, tingkat suku bunga, hingga level harga komoditas, bakal membaik di akhir 2024 dan awal 2025.
“Kalau kita lihat secara level global, pada 2024 memang mengalami perlambatan, tetapi beberapa lembaga menilai ada perbaikan kinerja ekonomi global pada awal 2025, yakni di masa pemerintahan Prabowo situasi global nampaknya sudah agak mulai pulih,” ujar Tauhid pada sebuah acara diskusi di Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024.
Ia katakan beberapa lembaga internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan PDB global tumbuh hingga 3,2 persen dan Bank Dunia hingga 2,7 persen pada 2025. Angka pertumbuhan PDB itu lebih baik ketimbang proyeksi pertumbuhan PDB tahun ini yang mana masing-masing lembaga itu memprediksi sebesar 3,1 persen dan 2,4 persen. Bahkan, proyeksi pertumbuhan PDB 2025 lebih baik ketimbang 2023 yang masing-masing memproyeksikan sebesar 3,1 persen dan 2,6 persen.
“Ini sudah lebih baik ketimbang 2019. Kalau long term pertumbuhan ekonomi dunia itu memang di sekitar 3 persen sampai 3,4 persen. Artinya, sudah masuk ke dalam range pertumbuhan yang relatif tetap. Nah, bisa tidak sampai 4 persen, itu rasanya memang relatif jarang terjadi. Jadi, saya bilang pertumbuhan ekonomi global merayap, tapi lumayan lah buat ekonomi kita,” tambah Tauhid.
Meskipun belum masuk ke level stabil di angka 3 persen sampai 3,5 persen. Tauhid menerangkan, tren inflasi global juga dianalisa bakal mulai membaik ke depannya. Inflasi global diprediksi terus mengalami penurunan hingga 2025, yakni 8,7 persen pada 2022, 6,9 persen pada 2023, 5,8 persen pada 2024, dan 4,4 persen pada 2025.
Membaiknya tingkat inflasi ini kemudian berdampak pada tingkat suku bunga yang juga ikut membaik ke depannya. Ia katakan bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6 persen dipicu oleh kebijakan bank sentral AS, The Fed, yang juga menahan tingkat suku bunganya di level 5,25 persen sampai 5,5 persen.
“Tetapi melihat tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) itu sudah mulai menurun, di kuartal kedua nanti itu The Fed cenderung juga akan menurunkan tingkat suku bunga. Ini ada efek positif ke global yang membaca bahwa nanti level suku bunga pinjaman akan menurun, suku bunga konsumtif turun. Ini kalau The Fed turunkan suku bunga, maka negara lain akan happy karena dia punya multi effect yang besar sekali ke sektor keuangan,” tuturnya.
Beberapa komoditas, ia beberkan juga sudah mulai membaik. Misalnya komoditas minyak sawit yang diprediksi berada pada harga 4.673 ringgit sampai akhir tahun 2024. Harga sawit yang membaik ini tentunya akan membawa dampak pada peningkatan devisa, pendapatan petani, serta pendapatan negara. Hal serupa juga terjadi pada komoditas batu bara, minyak mentah, dan nikel.
“Saya kira ini peluang membaiknya ekonomi nasional di awal rezim baru Prabowo-Gibran pada akhir 2024 sampai 2025,” imbuhnya.
Penulis: Steven Widjaja