Jakarta – Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memiliki proyeksi sendiri mengenai target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Himbara menyatakan, ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran 4,8 persen sampai 5,1 persen, dengan baseline tetap berada pada 4,97 persen. Proyeksi itu lebih rendah dari proyeksi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2 persen di tahun ini.
“Kalau kita melihat data itu ya cenderung flat juga. Tidak akan ada pertumbuhan yang luar biasa di tahun 2024. Kalau kami di Himbara juga punya skor ya skornya juga kondisinya tetap melambat gitu kan, sehingga hitung-hitungan proyeksi kita mungkin agak berbeda dengan punya pemerintah atau Bank Indonesia (BI),” ucap Ahmad Solichin Lutfiyanto selaku Sekretaris Himbara di Jakarta, belum lama ini.
“Kalau kami lihat memang pertumbuhan ekonomi di 4,8 persen sampai 5,1 persen, tapi baseline-nya tetap di 4,97 persen. Jadi, sedikit lebih buruk dibandingkan tahun 2023 yang 5,05 persen,” jelasnya.
Ia katakan, hal itu diperparah dengan sektor konsumsi nasional yang juga cenderung melemah, yang mana dipicu oleh tingkat pendapatan yang turun pada segmen grass root atau masyarakat bawah. Kondisi itu, ia jelaskan, tak bisa dilepaskan dari sudah selesainya program bagi-bagi bansos yang dilakukan pemerintah saat sebelum Pemilu kemarin.
“Ya memang ‘siraman rohani’-nya kan sudah selesai. Kan pas Pilpres dan Pileg kemarin banyak ‘siraman rohani’. Begitu ‘siraman rohani’ sudah selesai, terus lapangan kerja terutama lapangan kerja di sektor bawah juga tak tersedia dengan cepat, ya nanti ekonominya akan melemah. Padahal, kita Indonesia kan sama-sama tahu bahwa ekonomi Indonesia didorong oleh konsumsi domestik. Nah, kondisinya adalah seperti itu,” papar Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad terangkan, pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut juga membawa dampak pada industri perbankan di Tanah Air. Ia katakan, dana pihak ketiga (DPK) pada tahun ini akan tetap mengetat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan uang beredar (M2) di bulan Februari yang melambat. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa uang beredar pada Februari 2024 tercatat sebesar Rp 8.739,6 triliun atau tumbuh 5,3% secara tahunan (YoY), sedikit melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 5,4% YoY.
Padahal, ia jelaskan, ada korelasi antara M2 dengan dana pihak ketiga. Kalau pertumbuhan M2 melambat, hampir pasti pertumbuhan dana pihak ketiga akan melambat. Kondisi itu kemudian berdampak pada tingkat loan to deposit ratio (LDR), yang bakal meningkat. Situasi demikian, lanjut Ahmad, telah terjadi saat ini di mana pertumbuhan DPK melambat, dan pertumbuhan LDR di semua bank mengalami kenaikan.
“Perlambatan pertumbuhan deposito ini terjadi di semua tiering saldo. Yang agak stabil di kelas menengah, tapi saldo masyarakat bawah itu turun drastis. Bahkan, saldo di atas turun, enggak tahu turunnya karena dikonversi ke instansi atau bagaimana, dan tinggal sisa yang kelas menengah ini yang tengah diperebutkan oleh semua bank, sehingga segmentasi likuiditas semakin teragregasi pada masing-masing kelompok BUKU bank,” imbuhnya.
Hal serupa juga terjadi pada segmen kredit, di mana permintaan akan kredit saat ini tak terlalu kuat. Bahkan, kalau mengacu pada data 2023, undisbursed loan atau jumlah kredit menganggur di perbankan sangat besar sekali di tahun lalu, yang hampir mencapai 13 persen. Jauh lebih tinggi ketimbang 2022 yang hanya berkisar 5 persen sampai 6 persen.
“Jadi, pada 2024 bank fokus pada bagaimana bisa meningkatkan market confidence. Kalau market confidence naik, harapannya pengusaha sudah tak ragu-ragu lagi untuk investasi, sehingga undisbursed loan-nya akan turun setidaknya normal kembali ke tahun 2022 yang angkanya sekitar 6 persen. Ditambah bank juga pasti mencari nasabah baru, potensi baru untuk tumbuh. Jika ini semua terjadi, maka pertumbuhan kredit 10 persen sampai 12 persen itu dapat tercapai,” tegasnya.
Penulis: Steven Widjaja