Jakarta – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung, menekankan pentingnya pilar kebijakan makroprudensial dalam melindungi sistem keuangan Indonesia dari ketidakpastian ekonomi global yang masih terjadi di tahun ini. Ia tegaskan bahwa kebijakan Bank Indonesia dalam menghadapi kondisi ekonomi global saat ini akan difokuskan pada menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan, dengan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Kebijakan makroprudensial sendiri adalah kebijakan Bank Indonesia yang ditetapkan dan dilaksanakan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran.
“Untuk itu, kebijakan moneter akan tetap diarahkan pada pro-stability, sedangkan kebijakan makroprudensial diarahkan pada pro-pertumbuhan ekonomi. Fokus pada kebijakan makroprudensial, ada tiga penekanan pada masing-masing pilar dari kebijakan makroprudensial Bank Indonesia saat ini,” tegas Juda pada sebuah acara seminar di Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024.
Pertama ialah mendorong penyaluran kredit yang seimbang dan optimal. Untuk memperkuat penyaluran kredit dalam waktu dekat, ia katakan, pihaknya akan memperkuat implementasi Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dengan mengoptimalkan insentif likuiditas yang tersedia. Ia jelaskan, sampai saat ini, pihaknya masih memiliki potensi likuiditas lebih dari Rp100 triliun yang belum dimanfaatkan oleh bank untuk penyaluran kredit.
“Kami akan lihat sektor-sektor yang dapat mendorong pertumbuhan kredit produktif, sehingga insentif likuiditas yang diberikan Bank Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk mendorong perekonomian nasional,” ucapnya.
Selain itu, untuk memperkuat pengelolaan likuiditas bank di tengah pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang belum terlalu kuat, pihaknya sedang menyusun kebijakan makroprudensial yang ditujukan untuk mengoptimalisasi non-traditional funding dengan tetap mengedepankan aspek prudensial yang memadai.
Kedua, terkait keamanan siber, ia mengungkapkan jika Bank Indonesia saat ini sedang memfinalisasi kebijakan Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS) yang memiliki sifat end to end, mulai dari tata kelola, langkah pencegahan, dan penanganan ketika terjadi insiden serangan siber. Hal itu juga mencakup mekanisme koordinasi antar otoritas dan industri, beserta monitoring dan pengawasannya.
“Ketiga, terkait dengan keuangan serta ekonomi yang inklusif dan hijau, dari pilar ini, Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) yang lebih ditujukan untuk keuangan inklusif, beserta Loan to Value (LTV), tetap kami arahkan untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor inklusif dan hijau, sehingga motif komersial dan keberlanjutan dari pembiayaan perbankan dapat terus kita jaga keseimbangannya,” sebutnya.
Penulis: Steven Widjaja