Pertumbuhan bisnis perbankan retail di Indonesia tak lepas dari kinerja private wealth management. Untuk itu, perlu mempertimbangkan tiga variabel penting yang mempengaruhi kinerja private wealth management.
Ketiga variabel itu adalah daya saing bank, manajemen risiko, dan customer relationship management. Daya saing bank memiliki peran terpenting.
Hal tersebut merupakan novelty atau unsur kebaruan (temuan) dari penelitian akademis yang dilakukan Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Hery Gunardi, dalam disertasi untuk meraih gelar doktor.
Orang nomor satu di BSI tersebut melaksanakan sidang promosi doktor untuk menyelesaikan Program Studi Doktor Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, pada Kamis (29/7).
Dalam sidang secara daring tersebut, Hery memaparkan disertasinya yang berjudul “Pengaruh Daya Saing Bank, Manajemen Risiko dan Customer Relationship Management (CRM) Terhadap Kinerja Private Wealth Management dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Bisnis Perbankan Retail.”
Hery mengakui, penelitian mengenai private wealth management telah ada sebelumnya. Namun, yang ditinjau dari sisi daya saing bank, manajemen risiko, customer relationship management, dan mengkaji pengaruhnya terhadap kinerja perbankan retail baru diangkat dalam disertasinya.
“Private wealth management merupakan salah satu segmen individual di perbankan yang memiliki potensi besar terkait dengan pendapatan fee based income,” ujar Hery saat berpidato dalam sidang promosi doktor tersebut.
Bertindak sebagai Ketua Sidang, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Prof Nunuy Nur Afiah; Guru Besar FEB Unpad, Ina Primiana selaku Ketua Tim Promotor; bankir senior Omar S. Anwar sebagai dosen penelaah, dan dosen penguji lainnya.
Hadir dalam sidang doktor tersebut antara lain, Menteri BUMN Erick Thohir, Kepala Eksekutif Pengawas Institusi Keuangan NonBank dan Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza, dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, serta seluruh jajaran direksi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Hadir pula Komut BSI Mulya E. Siregar, Ketua Dewan Pengawas Syariah BSI Hasanuddin, mantan Gubernur BI Agus Martowardojo, dan mantan Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, serta tokoh senior perbankan nasional Pradjoto.
Dalam penelitian tersebut dipaparkan, segmen wealth management, dengan tiering portofolio nasabah di atas Rp500 juta, memiliki proporsi lebih besar dengan pertumbuhan positif dari tahun ke tahun sejak 2013.
Meski jumlah rekening segmen tersebut tidak sampai 1% dari total rekening DPK di bank umum, namun nominal simpanan porsinya di atas 50% dari total nominal simpanan individu. Karena itu, seiring dengan pertumbuhan populasi High Net Worth Individual (HNWI) di Indonesia, aset finansial segmen tersebut juga mengalami pertumbuhan.
Pada 2019 populasi HNWI di Indonesia tumbuh 4% dari tahun sebelumnya atau mencapai 134.000 orang. Total kekayaannya mencapai US$675 miliar atau sekitar Rp10,7 triliun. Menurut Lembaga Penelitian Knight Frank, populasi HNWI di Indonesia akan tumbuh 57% pada 2024.
Kendati demikian, dominasi private wealth management di Indonesia tersebut sebagian besar belum dioptimalkan oleh perbankan nasional. Pada 2015, pemerintah menetapkan kebijakan Tax Amnesty yang memberikan peluang pertumbuhan bagi bisnis private wealth management.
Sehingga pada akhir 2017 sebanyak 965.983 warga negara Indonesia berpartisipasi dalam program ini. Dana repatriasi mencapai Rp147 triliun, sedangkan aset yang dideklarasi sebesar Rp4,866 triliun.
“Dari penyelenggaraan program Tax Amnesty ini, dapat disimpulkan bahwa amandemen peraturan ini menciptakan lebih banyak peluang bagi segmen wealth di Indonesia untuk tumbuh lebih optimal,” ujar Hery yang meraih nilai “Sangat Memuaskan” dalam sidang promosi doktornya.
Dia menjelaskan, bisnis private wealth management sangat dipengaruhi dari kondisi persaingan di sektor perbankan. Selanjutnya, bisnis private wealth management ini tidak terlepas dari risiko yang menyertainya.
Karena itu, penelitian ini juga memberikan gambaran pengaruh dari manajemen risiko terhadap bisnis private wealth management. Hal lainnya adalah mengenai pengelolaan nasabah. Pengelolaan nasabah HNWI tentu memerlukan penanganan khusus yang sangat unik dan berbeda. Dengan demikian, customer relationship management (CRM) menjadi variabel yang cukup penting untuk diteliti.
Penelitian disertasi tersebut merupakan penelitian eksplanatory, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variable mempengaruhi variabel lainnya. Penelitian eksplanatory ini menggunakan variabel exogen, intervening, dan endogen.
Variabel exogen yakni daya saing bank, manajemen risiko, dan CRM. Adapun variabel intervening yakni kinerja private wealth management. Sedangkan variabel endogen yakni pertumbuhan bisnis perbankan ritel.
“Maka penelitian ini menghasilkan novelty yaitu pertumbuhan bisnis perbankan retail di Indonesia tidak lepas dari kinerja private wealth management namun perlu mempertimbangkan daya saing bank, manajemen risiko dan customer relationship management sebagai
variabel yang mempengaruhi kinerja private wealth management,” papar Hery.
Dengan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan unit analisis sebanyak 32 bank di Indonesia yang memiliki lini bisnis private wealth management dan 60 top management level CEO, direksi, SEVP dan VP sebagai unit observasi.
Kinerja private wealth mangement di Indonesia pun dinilai sudah dalam kondisi baik yang artinya bisnis di segmen tersebut merupakan sektor yang berkembang dan mempunyai potensi besar dalam memberikan nilai atau keuntungan bagi perbankan.
“Beberapa temuan penelitian lainnya adalah daya saing bank merupakan variabel yang paling memberikan pengaruh terhadap kinerja private wealth management. Sementara manajemen risiko merupakan variabel yang paling memberikan pegaruh terhadap pertumbuhan bisnis perbankan retail di Indonesia. Kinerja private wealth management merupakan variabel partial intervening,” ungkapnya.
Disertasi ini pun membuktikan kinerja private wealth management di bank asing relatif lebih baik dibandingkan dengan bank BUMN, bank swasta nasional, maupun bank pembangunan daerah (BPD).
Karena itu, beberapa inisiatif seperti kerjasama partnership dengan penyedia produk investasi dan layanan private wealth management di luar negeri untuk penyediaan produk offshore dapat dipertimbangkan. Harapannya, meningkatkan kinerja private wealth management bank di Tanah Air.
Hery menyebut, adanya tren digital disruption, bisnis private wealth management harus mulai menggunakan platform digital. Hal ini agar memungkinkan untuk menjangkau investor retail yang ingin menjadi nasabah private wealth management.
Sebelum menjabat Direktur Utama BSI, bankir kelahiran Bengkulu 1962 itu adalah Direktur Utama BSM (2020 – 2021). Dia juga pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Bank Mandiri (2020). Dia menyelesaikan pascasarjana di University of Oregon USA bidang finance dan accounting tahun 1991, dan sarjana di Untag Jakarta bidang administrasi niaga tahun 1987. (DW)